PESONA WISATA INDONESIA

welcome to our blog



in a way, articles can also be described as a type of adjectives as they also tell us something about the nouns, like adjectives.

Articles are found in many Indo-European, Semitic, and Polynesian languages but formally are absent from some large languages of the world, such as Indonesian, Japanese, Hindi and Russian.

Posts

Comments

The Team

Blog Journalist

Connect With Us

Join To Connect With Us

Portfolio

    Posted by: guru ppkn cerdas Posted date: March 12, 2014 / comment : 0

    Warisan Indonesia/Ibnu Setiadi

    Ada kisah yang tersembunyi pada nisan-nisan tua bekas kuburan kaum elite masa kolonial. Sayang, salah satu kompleks permakaman paling tua di dunia itu tak terurus. Di situ bersemayam jenazah para gubernur jenderal, panglima perang, hingga aktivis yang mati muda, Soe Hok Gie. Di taman ini terlukis peristiwa sepanjang massa dari goresan prasasti mereka yang pergi.

    Di sini pula tertanam kehijauan yang kita dambakan. Pesan itu tertulis di batu penanda peresmian Museum Taman Prasasti, Jalan Tanah Abang 1, Gambir, Jakarta Pusat. Tertanggal 9 Juli 1977 oleh Pejabat Gubernur KDKI Jakarta Letjen TNI (Marinir) Ali Sadikin. Warga sekitar lebih suka menyebutnya Taman Prasasti Kebun Jahe. Pada masa penjajahan Belanda, bangunan itu adalah sebuah permakaman mewah buat orangorang terpandang saat itu. Namun, Pemerintah DKI Jakarta mengubahnya menjadi museum. Dari kejauhan, museum itu sangat kentara.

    Gaya arsitekturnya kontras dengan bangunanbangunan lain di sekitarnya. Delapan belas pilar kokoh yang menjulang tinggi di gerbang amat menyita perhatian. Saat membangun museum ini pada tahun 1844, para perancangnya sengaja mengadopsi arsitektur klasik gaya Doria. Hal yang kerap ditemui di kantor-kantor pengadilan.

    Dua meriam perunggu di kanan-kiri museum seolah-olah menyambut para pengunjung. Di pagar sekeliling tembok depan terpajang sekitar 35 nisan dari batu gunung biru atau batu pantai yang keras dari India Selatan. Semakin tinggi jabatan seseorang, semakin bagus kualitas batu yang digunakan.

    Berbeda dengan museum pada umumnya, Museum Taman Prasasti ini tidak memajang koleksinya di ruang pamer yang berhias sorotan lampu dan ruangan dengan pengatur suhu. Bangunan itu sejatinya memang dirancang sebagai museum terbuka.

    Nisan-nisan kuburan orang yang meninggal pada zaman kolonial Belanda pun dibiarkan apa adanya. Namun, ada juga yang sudah diinventaris dan dikelompokkan. Kesan angker dan seram pun sirna dengan suasana rindangnya pepohonan, kicauan burung, bentuk nisan dan patung yang beraneka corak unsur dan bahasa. (WI/Sari Hardiyanto)

    Sumber: Warisan Indonesia

    Tagged with:

    Next
    Newer Post
    Previous
    Older Post

    No comments:

    Leave a Reply

Comments

The Visitors says