PESONA WISATA INDONESIA

welcome to our blog



in a way, articles can also be described as a type of adjectives as they also tell us something about the nouns, like adjectives.

Articles are found in many Indo-European, Semitic, and Polynesian languages but formally are absent from some large languages of the world, such as Indonesian, Japanese, Hindi and Russian.

Posts

Comments

The Team

Blog Journalist

Connect With Us

Join To Connect With Us

Portfolio

    Posted by: guru ppkn cerdas Posted date: December 15, 2014 / comment : 0

    Kukusan kecil koleksi Museum Tembi Rumah Budaya Yogyakarta

    Kukusan adalah alat dapur yang sudah lama digunakan oleh masyarakat Jawa. Alat ini mudah rusak, sehingga sangat jarang ditemukan artefaknya. Untuk melacak keberadaan alat di masyarakat Jawa, salah satunya bisa dirunut di dalam kamus.

    Kamus Jawa “Baoesastra Djawa” karangan WJS Poerwadarminta (1939), sudah mencatat alat ini. Pada halaman 233 kolom 1, disebutkan bahwa kukusan adalah alat yang dipakai untuk mengukus beras saat ditanak (terbuat dari anyaman bambu berbentuk kerucut).

    Hingga saat ini masih banyak dijumpai kukusan, baik di rumah tangga maupun di warung penjual alat-alat dapur. Alat dapur itu juga ditemukan di daerah-daerah lain di luar masyarakat Jawa. Tentu namanya juga berbeda. Produksi alat dapur kukusan biasanya di desa sentra anyaman bambu, antara lain Desa Nitikan, Semanu, Gunungkidul; dan Desa Minggir, Kecamatan Minggir, Sleman. Keduanya berada di Daerah Istimewa Yogyakarta.

    Kukusan kecil koleksi Museum Tembi Rumah Budaya Yogyakarta

    Selain untuk menanak nasi, kukusan juga digunakan untuk menanak tiwul sekaligus untuk mencetak bentuk gunungan. Kebiasaan untuk membuat tiwul dengan menggunakan kukusan bisa dijumpai di daerah Gunungkidul. Kukusan juga sering digunakan untuk mencetak nasi tumpeng. Namun biasanya ukuran kukusan yang dipakai kecil.

    Harga kukusan bervariasi, antara Rp 2.000 hingga Rp 10.000, tergantung pada ukurannya. Bahan untuk membuat kukusan adalah bambu apus, karena sifatnya lentur. Bambu jenis ori dan petung kurang cocok untuk membuat kukusan, karena terlalu tebal dan mudah patah. Bambu-bambu apus banyak tumbuh di daerah pedesaan atau di pinggir-pinggir sungai.

    Pada perkembangannya, kadang-kadang kukusan digunakan untuk keperluan lain. Kita sering menjumpai mahasiswa baru yang mengikuti kegiatan Ospek atau orientasi kegiatan kampus, juga menggunakan kukusan sebagai salah satu atribut Ospek. Begitu pula ketika tujuh belasan, kukusan sering digunakan sebagai hiasan yang digantung di bambu ori yang terdapat di pinggir-pinggir jalan.

    Kukusan kecil koleksi Museum Tembi Rumah Budaya Yogyakarta

    Alat dapur ini termasuk mudah rusak. Bagi masyarakat Jawa tradisional, kukusan yang belum rusak parah masih bisa disulam dengan anyaman bambu baru. Namun, jika lubangnya parah, kukusan bekas ini bisa digunakan untuk menutup gentong. Jika kerusakannya hampir menyeluruh ya lantas dibuang atau untuk bahan bakar.

    Sumber: Tembi

    Tagged with:

    Next
    Newer Post
    Previous
    Older Post

    No comments:

    Leave a Reply

Comments

The Visitors says