PESONA WISATA INDONESIA

welcome to our blog



in a way, articles can also be described as a type of adjectives as they also tell us something about the nouns, like adjectives.

Articles are found in many Indo-European, Semitic, and Polynesian languages but formally are absent from some large languages of the world, such as Indonesian, Japanese, Hindi and Russian.

Posts

Comments

The Team

Blog Journalist

Connect With Us

Join To Connect With Us

Portfolio

    Posted by: guru ppkn cerdas Posted date: January 08, 2015 / comment : 0

    Pakaian pernikahan adat Sasak (http://nurudin2010.wordpress.com)

    Perkawinan adat Sasak di Lombok, sebagaimana perkawinan di daerah lain, terdiri dari beberapa tahapan. Secara garis besar, tahapan ini terdiri dari merarik (pembuka pintu pernikahan), ngeraosangsajikrama (negosiasi keluarga besarnya sajikrama), upacara sorong serah (penyerahan sajikrama), dan resepsi perkawinan. Tahapan-tahapan perkawinan Sasak dalam tulisan ini diolah dari buku John Ryan Bartholomew (2001) yang berjudul ”Alif Lam Mim: Kearifan Masyarakat Sasak”, dan Erni Budiwanti (2000) yang berjudul ”Islam Sasak.”

    1. Merarik

    Sejak terjadinya peristiwa merarik, maka pada saat itu juga proses pernikahan Sasak dimulai. Biasanya, setelah proses merarik akan segera diikuti oleh proses menuju perkawinan. Jarang sekali terjadi proses pelarian diri yang tidak berakhir dengan perkawinan, walaupun, misalnya orang tua perempuan tidak setuju dengan calon menantunya. Bagi masyarakat Sasak, kegagalan perkawinan setelah proses merarik merupakan aib keluarga yang harus dihindari. Oleh karenanya, walaupun orang tua calon mempelai perempuan menolak, tapi pada akhirnya mereka akan menyetujuinya.

    Secara garis besar, ada tiga cara pelarian diri, yaitu: kedua pasangan memutuskan bertemu di suatu tempat dan melakukan pelarian diri; melalui perantara (biasanya saudara pihak laki-laki) menghubungi pihak perempuan dan mengajaknya untuk bertemu dengan sang lelaki; dan menggunakan kekuatan magis untuk ”menarik” perempuan ke suatu tempat di mana ia menunggu untuk melarikan diri. Ketiga cara tersebut bertujuan sama, yaitu melarikan anak gadis orang. Pelarian diri harus dilaksanakan pada malam hari Secara ilustratif, proses merarik adalah sebagai berikut :

    • Sebelum merarik dilaksanakan, pasangan yang hendak melarikan diri mengadakan pertemuan terlebih dahulu untuk menentukan kapan waktu (biasanya malam hari) yang paling baik (secara keamanan) untuk melarikan diri menuju tempat persembunyian. 
    • Pada malam hari yang telah ditentukan, calon mempelai perempuan menyelinap keluar dari rumah orang tuanya menuju tempat yang telah ditentukan oleh kedua calon mempelai tersebut. Untuk kasus merarik yang telah direncanakan, biasanya calon mempelai pria menunggu di suatu tempat dengan ditemani oleh kaum kerabat atau teman-temannya. Cara ini digunakan untuk meminimalisir bahaya jika pelarian diri diketahui oleh komunitas si calon mempelai perempuan. Selain cara tersebut, ada dua cara lagi yang dapat digunakan, yaitu: pihak laki-laki menyuruh saudaranya atau pihak yang dipercaya untuk mengajak si gadis keluar dari rumahnya. Calon pengantin pria menunggu calon pengantin perempuan di tempat yang telah ditentukan. Cara lain yang juga terkadang digunakan adalah memanggil seorang gadis dengan menggunakan kekuatan magis. Oleh karena dipanggil dengan kekuatan magis, maka calon pengantin perempuan “tidak sadar” jika ia telah melarikan diri. Cara yang terakhir ini digunakan apabila calon mempelai perempuan “kurang suka” kepada calon mempelai laki-laki. Pelarian diri dianggap berhasil jika kedua calon mempelai telah berhasil bersembunyi di suatu tempat rahasia (penyebuan), biasanya di salah satu rumah kerabat calon mempelai laki-laki. 
    • Mengetahui anak gadisnya semalaman tidak pulang, orang tua si gadis mengirim pejatiklian dusun) di mana mereka tinggal. (kurir) untuk melaporkan hilangnya si anak gadis kepada kepala dusun. Selanjutnya kepala dusun mengabarkan hilangnya si anak gadis ke seluruh penjuru desa. Tujuannya adalah agar orang yang mengetahui keberadaan si gadis segera memberi tahu kepada klian dusun atau orang tua si gadis. 
    • Keesokan harinya, pihak calon mempelai laki-laki mengabarkan perihal penculikan tersebut kepada klian dusun tempat calon mempelai laki-laki tinggal. 
    • Selanjutnya, klian dusun tempat calon mempelai laki-laki tinggal mengabarkan kepada klian dusun tempat calon mempelai perempuan tinggal.
    • Kemudian kedua klian dusun dengan disertai kerabat laki-laki pengantin pria menemui orang tua si gadis dan memberitahukan mereka (nyelabar) bahwa anak gadis mereka merarik dan berada di tempat yang aman. Waktu toleransi untuk nyelabar adalah tiga hari. Lebih dari waktu tersebut, pihak pengantin laki-laki harus membayar sajikrama terlambat salabar yang besarnya ditentukan oleh orang tua si gadis dan dibayarkan pada saat upacara sorong serah.

    Pemberitahuan adanya pelarian seorang anak gadis kepada orang tuanya merupakan terbukanya pintu menuju perkawinan sepasang laki-laki dan perempuan tersebut.

    2. Ngeraosang Sajikrama

    Barang-barang untuk Sajikra

    Setelah pihak calon mempelai perempuan menerima kabar tentang ”status” putri mereka, pihak keluarga calon mempelai perempuan dan laki-laki mengadakan pertemuan intensif untuk membicarakan besarnya sajikrama yang harus dibayarkan oleh calon pengantin pria. Proses ini merupakan tahapan yang cukup krusial dalam runtut perkawinan Sasak. Secara umum, jumlah sajikrama yang harus dibayarkan harus cukup untuk membiayai upacara sorong serahsajikrama yang sangat tinggi dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu sehingga pihak laki-laki merasa keberatan (baca: tidak sanggup) untuk membayarnya. Jika itu yang terjadi, walaupun hampir jarang terjadi, pihak keluarga calon mempelai laki-laki membatalkan proses perkawinan. yang akan diadakan. Namun demikian, dapat saja orang tua mempelai perempuan meminta.

    Walaupun orang tua perempuan secara ideal berada pada posisi yang cukup kuat karena mempunyai ruang-ruang lebih luas untuk menolak melanjutkan perkawinan dengan cara meminta sajikrama yang sangat tinggi, tetapi pada hakekatnya orang tua si gadis berada pada posisi yang kurang menguntungkan. Tidak menyetujui perkawinan putrinya, merupakan tindakan yang harus dihindari setelah proses pelarian diri berhasil, karena selama proses itu mungkin saja terjadi hubungan fisik antara pihak laki-laki dan perempuan. Oleh karenanya, walaupun orang tua pihak perempuan berhasil membatalkan perkawinan, tetapi putri mereka akan kesulitan untuk mendapatkan suami, karena ”dianggap” telah ternoda akibat merarik (Bartholomew, 2001: 218). Demikian juga dengan penentuan besarnya sajikrama. Karena menentukan jumlah sajikrama dalam jumlah besar dapat dianggap menjual anaknya.

    Penentuan besarnya sajikrama yang harus dibayarkan calon mempelai laki-laki dilakukan secara ngeraosang (negosiasi) antara kedua orang tua calon mempelai. Diperlukan strategi khusus agar sajikrama yang ditetapkan memuaskan kedua belah pihak; pihak laki-laki tidak merasa berat dan pihak perempuan tidak merasa rugi. Oleh karenanya, kecanggihan dalam bernegosiasi menentukan jumlah sajikrama yang harus dibayarkan.

    Salah satu strategi yang biasanya dilakukan oleh orang tua calon mempelai perempuan adalah dengan menyerahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan orang tua mempelai laki-laki untuk memutuskan seberapa banyak sajikrama yang akan diberikan. Posisi ini meletakkan orang tua mempelai laki-laki pada posisi dilematis, karena ucapan orang tua pengantin perempuan sebenarnya bertujuan untuk mendapatkan sajikrama dengan jumlah besar. Dengan strategi ini, orang tua perempuan tidak kelihatan rakus. ”Ketika ayah dari mempelai perempuan mengatakan kepada ayah mempelai laki-laki bahwa apapun yang ditawarkan akan diterima, dia sebenarnya tidak bermaksud seperti itu. Sebagian orang mengungkapkan secara halus, tetapi sebagian yang lain hanya berpura-pura karena mereka tahu ini akan menjadi cara yang efektif untuk menarik tebusan yang lebih besar tanpa kelihatan rakus” (Bartholomew, 2001: 229).

    Jika besarnya sajikrama telah disepakati oleh kedua belah pihak, maka acara selanjutnya adalah menentukan waktu pelaksanaan sorong serah (penyerahan sajikrama).

    3. Metikah Buah Lekuk

    Tindakan calon mempelai laki-laki membawa lari anak gadis orang merupakan perbuatan dosa, oleh karenanya perlu diadakan upacara pertobatan. Adapun prosesnya adalah sebagai berikut.

    • Beberapa hari setelah jumlah sajikrama ditetapkan, seorang kiai diundang untuk menyelenggarakan upacara metikah buah lekuk. Metikah buah lekuk berasal dari kata metikah yang berarti mengawini dan buah lekuk yang berarti buah makan sirih. Disebut metikah buah lekuk karena sang kiai menggunakan bahan sirih untuk memberkati upacara perkawinan. 
    • Upacara ini diawali dengan ritual bedak keramas, yaitu secara simbolis memandikan dengan memercikkan santan kelapa ke kepala pasangan yang baru saja melakukan merarik. Upacara ini juga disebut tobat kakas (pertobatan) bagi dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh kedua mempelai.
    • Pasca ritual ini, kedua mempelai telah diperbolehkan untuk melakukan hubungan seksual, tetapi belum secara sosial. Kebebasan secara sosial (berbaur dengan keluarga mempelai perempuan) akan didapatkan mempelai laki-laki setelah ia membayar sajikrama pada upacara sorong serah.

    4. Upacara Sorong Serah

    Pembayaran sajikrama atau sorong serah kepada keluarga mempelai wanita merupakan tahapan paling penting, karena menentukan sahnya perkawinan Sasak baik secara sosial maupun adat. Oleh karenanya, mempelai pria akan segera berupaya untuk memenuhi sajikrama yang telah disepakati pada saat ngeraosang sajikrama. Secara garis besar, prosesi sorong serah dapat diilustrasikan sebagai berikut :

    • Setelah sajikrama yang harus dibayarkan oleh pihak mempelai laki-laki terkumpul, maka pihak laki-laki segera mengadakan selametan arta. Tujuannya adalah untuk menjamin keselamatan sebelum diserahkan kepada keluarga mempelai wanita. Upacara ini diakhiri dengan pariapan selametan arta (hajatan makan bersama). 
    • Pada saat waktu penyerahan telah tiba, maka barang-barang sajikrama diantar keluarga perempuan dengan berjalan kaki oleh seorang pengurang atau Pembayun, yang kemudian bertindak sebagai jurubicara mempelai pria. Pembayun atau pengurangsajikrama, seperti: tumbak (tombak), rombong (keranjang bambu), piring-piring berisi uang logam Cina atau rupiah, dan wirang (sapi atau kerbau). Rombongan pengantar ini biasanya diiringi oleh musik. diiringi oleh sekelompok laki-laki sambil membawa barang-barang.

    Pembayun dari pihak keluarga mempelai laki-laki menuju rumah mempelai perempuan untuk mengantarkan sajikrama
      • Rombongan ini kemudian berhenti di depan gerbang rumah mempelai, dan duduk bersila di tanah. 

      Pembayun dari pihak mempelai laki-laki duduk bersila di halaman rumah mempelai perempuan untuk meminta ijin diperkenankan memasuki rumah
      • Kemudian, Pembayun dari pihak mempelai laki-laki meminta ijin agar rombongannya diperkenankan memasuki rumah mempelai perempuan. 
      • Pembayun mempelai perempuan menjawab permintan tersebut dengan menanyakan maksud kedatangan rombongan mempelai pria. Kemudian terjadilah dialog atarkedua Pembayun tersebut dengan menggunakan bahasa Sasak halus. Keberadaan Pembayundenda pengurang. mempelai pria sangat penting, sehingga jika tidak ada (baca: membawa), maka pengantin pria harus membayar.

       
      Dengan menggunakan bahasa Sasak halus, Pembayun calon mempelai laki-laki menyampaikan maksud kedatangannya
      • Setelah terjadi dialog tersebut, biasanya Pembayun pengantin perempuan mempersilahkan rombongan mempelai pria memasuki rumah.
      • Ketika sampai di depan beranda (berugak) rumah, rombongan mempelai pria kembali duduk bersila di tanah menghadap perwakilan mempelai wanita, yang terdiri dari klian dusun, pembekel adat, pemangku, dan toaq lokaq. 

       
      Dialog detik-detik penyerahan sajikrama
      • Di sini, Pembayun pihak mempelai laki-laki kembali mengutarakan maksudnya dengan penuh sopan santun. 

      Pembayun pihak pengantin pria menyerahkan sajikrama
      • Kemudian dua orang pria dari pihak perempuan memeriksa barang-barang sajikrama yang dibawa oleh mempelai pria.
      • Setelah barang-barang sajikrama yang dibawa mempelai pria telah sesuai dengan keputusan ngeraosang sajikrama, maka kedua pemeriksa barang tersebut kemudian melaporkan kepada perwakilan mempelai wanita yang duduk di atas berugak. 

       
      Pihak mempelai perempuan memeriksa sajikrama
      • Kemudian perwakilan mempelai perempuan mempersilahkan rombongan mempelai pria untuk naik ke atas berugak, dan duduk bersama mereka.
      • Kemudian barang-barang sajikrama yang terdiri dari rombong (keranjang) berisi beras benang (beras dan benang putih), uang tunai, bahan makan sirih, dan uang logam Cina yang diuntai dengan tali bambu diserahkan kepada pihak mempelai perempuan untuk mendapatkan pemberkatan dari penghulu. 
      • Prosesi dilanjutkan dengan melepaskan untaian uang Cina tersebut. Pelepasan untaian sebagai simbol bahwa dosa-dosa kedua mempelai di masa lalu telah dilepaskan. 
      • Kemudian uang Cina yang baru dilepaskan dari ikatan tersebut dibagikan kepada para hadirin yang duduk di atas berugak, yaitu rombongan mempelai laki-laki, para saksi yang duduk di bawah berugak, dan tentu saja orang tua mempelai perempuan. 
      • Setelah uang dibagi-bagikan, perwakilan mempelai pria berjabat tangan dengan keluarga mempelai perempuan. 

       
      Berdoa setelah penyerahan sajikrama
      • Kemudian rombongan keluarga mempelai pria mohon ijin untuk pulang.

      5. Resepsi Perkawinan

      Resepsi perkawinan Sasak yang ditandai dengan penyembelihan kerbau (selamatan tampah wirang) dan pemberkatan perkawinan (metikah) secara umum diadakan setelah upacara sorong serah dan bertempat di rumah keluarga mempelai perempuan. Namun, jika pihak keluarga mempelai perempuan tidak mampu menyelenggarakan resepsi pernikahan, misalnya karena alasan ekonomi, maka pihak keluaga mempelai laki-laki dapat mengambil alih pelaksanaan selamatan tampah wirang dan metikah. Dalam kasus demikian, Pembayunmetikah yang diadakan di kediaman keluarga mempelai laki-laki. keluarga mempelai laki-laki mengundang dan meminta wali mempelai perempuan untuk menghadiri (baca: menjadi saksi) upacara.

      Pelaksanaan resepsi pernikahan ini melibatkan tetangga dan saudara dari keluarga mempelai laki-laki. Pekerjaan mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan selama resepsi pernikahan dilakukan secara bersama-sama, namun dengan wilayah kerja yang berbeda-beda antara laki-laki dan perempuan. Ilustrasi pelaksanaan selamatan tampah wirang dan metikah adalah sebagai berikut:

      • Pada hari dan waktu yang telah ditentukan, kiai menyembelih kerbau atau sapi. Setelah sapi atau kerbau disembelih, sebagian pria yang hadir memotong-motong daging sembelihan tersebut, dan sebagian yang lain mempersiapkan bumbu-bumbu dan rempah-rempahan lainnya. 

       
      Panitia resepsi pernikahan menggunakan pakaian adat
      • Pada saat hampir bersamaan, para wanita juga sibuk menanak nasi dan meletakkan makanan-makanan pelengkap lainnya di atas sampak (nampan tanah liat).
      • Ketika para undangan, baik laki-laki maupun perempuan, sibuk mempersiapkan suguhan resepsi pernikahan, kedua mempelai melakukan ritual bedak keramas dengan bimbingan seorang kiai. Dilanjutkan dengan ritaul nyerepet (memotong rambut depan) dan merosok (meratakan gigi) bagi yang belum pernah melaksanakannya. 
      • Kemudian kedua mempelai didandani dengan pakaian tradisional. 
      • Selanjutnya, kedua mempelai menuju ke tempat dilangsungkan upacara metikah.
      • Khusus mempelai perempuan, diusung dengan menggunakan tandu. 
      • Ayah mempelai wanita (wali) dengan memakai pembasak (kain dipundak) berjalan di depan dengan diikuti mempelai pria dan kerabat laki-laki yang membawa selembar tikar, sebuah rombong berisi batun kawin, dan tongkat rotan. 

      Pengantin diarak menuju tempat resepsi perkawinan (gambar kiri). Gendang beleq ditabuh mengiringi pengantin (gambar kanan)
      • Kemudian wali dan mempelai pria mengambil wudhu, dan duduk berhadapan sambil menyentuhkan ibu jari jari dan jemari mereka. Dengan disaksikan tokoh-tokoh adat, wali mengawinkan kedua mempelai. 
      • Setelah itu, dilanjutkan dengan ritual metobat (pertobatan). Ritaul ini dimulai oleh seorang kiai dengan mengeluarkan batun kawin serta keping uang logam cina dari dalam rombong. 
      • Kemudian sang kiai melemparkan keping uang logam cina tersebut ke berugak, yaitu tempat berkumpulnya tamu-tamu terhormat. Setiap keping uang logam cina itu dileparkan, wali memukulkan rotannya ke punggung mempelai laki-laki. Pukulan-pukulan ini sebagai hukuman karena mempelai pria telah melarikan anak gadis orang. 
      • Prosesi dilanjutkan dengan pembacaan doa penobat, yaitu doa agar kesalahan kedua mempelai diampuni oleh kiai.
      • Kemudian, wali meminta (menyilak) kiai agar memimpin upacara pernikahan. Tahap ini ditandai dengan pembacaan syahadat oleh mempelai laki-laki. Ketika mempelai laki-laki membaca sahadat, ia menyentuhkan ibu jari tangannya dengan ibu jari tangan kiai. 
      • Setelah itu dilakukan pemberkatan oleh kiai dengan pembacaan doa, yang berisi permohonan agar kedua mempelai hidup bahagia dan sejahtera. 
      • Mempelai perempuan mencium tangan suaminya

      Demikian runtutan acara pernikahan Sasak. Setelah acara resepsi selesai, maka kedua mempelai telah sah secara adat dan sosial sebagai suami-istri. Mulai saat itu juga, suami berkewajiban menafkahi istrinya, dan istri berhak meminta talak sepisan (permintaan cerai tahap pertama jika sang suami tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya.

      Sumber: Melayu Online

      Tagged with:

      Next
      Newer Post
      Previous
      Older Post

      No comments:

      Leave a Reply

    Comments

    The Visitors says