PESONA WISATA INDONESIA

welcome to our blog



in a way, articles can also be described as a type of adjectives as they also tell us something about the nouns, like adjectives.

Articles are found in many Indo-European, Semitic, and Polynesian languages but formally are absent from some large languages of the world, such as Indonesian, Japanese, Hindi and Russian.

Posts

Comments

The Team

Blog Journalist

Connect With Us

Join To Connect With Us

Portfolio

  • Aplikasi Mahoni untuk pengguna iOS

    Jakarta, CHIP.co.id - Mau menjelajahi Indonesia dari Sabang hingga ke Merauke tetapi dengan biaya yang murah, bahkan juga gratis? Kalau iya, coba deh download aplikasi dari Mahoni, Discover Indonesia yang hadir untuk pengguna iOS device.

    Berawal dari sebuah blog, kemudian dibuat menjadi sebuah aplikasi untuk bisa di akses di iPad, Discover Indonesia ini muncul sebagai aplikasi informasi lengkap tentang objek wisata Indonesia.

    Terdapat beberapa kategori yang ditampilkan, dan semua kategori tersebut dibuat berdasarkan hal-hal yang ada di Indonesia seperti, masing-masing propinsi, keadaan alam, kota besar dan tentu saja objek pariwisata Indonesia yang begitu melimpah.

    Setiap kategori tersebut, berisi tulisan atau ulasan mengenai obyek wisata yang menarik sesuai dengan judul kategorinya. Tak lupa juga, ditampilkan beberapa gambar pendukung yang mendukung deskripsi tentang pariwisata tersebut.

    Sesuai dengan blog di websitenya, aplikasi ini menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa utamanya. Alasannya, demi promosi Indonesia ke luar negeri, agar setiap orang, dan khususnya pembaca Asing atau orang Bule, dapat membaca bisa lebih ‘nyambung’ dan mengenal negeri kita lebih dalam. Walaupun demikian, dipastikan setiap orang yang membaca tulisan dalam aplikasi ini bisa mengerti dengan ulasan yang ditulis.

    Aplikasi Discover Indonesia dapat didownload secara gratis di Apple app store, disini!

    Sumber: Chip
  • Oleh Jannatun Dewi


    Citizen6, Surabaya: Indonesia, negara dengan ribuan warisan etnik dan kebudayaan. Warisan nenek moyang berupa candi, arca, hingga barang-barang bersejarah yang disimpan dalam museum, menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan di era digital ini. Namun, obyek-obyek bersejarah ini berangsur-angsur mulai kehilangan peminat.

    Berupaya menghidupkan kembali wisata budaya Indonesia di hati wisatawan, mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) memanfaatkan teknologi Android yang meramaikan pasar smarphone saat ini. Awal Juli 2013 lalu, tim yang terdiri dari Reza Hadafi, Farandi Kusumo, Aang Dyaksa, Annisaa Taradini, dan Jannatun Dewi ini berhasil menyelesaikan sebuah aplikasi panduan wisata budaya Indonesia yang diberi nama Kamus Plesiran (Kamiran). Dalam Kamiran, terdapat fitur spesial yang menarik yaitu Virtual Tour dengan panorama 360 derajat. Dengan fitur ini, pengguna seolah dapat melihat dari dekat dan berkeliling ke setiap sudut lokasi wisata secara virtual.

    Dalam aplikasi ini, pengguna akan langsung disuguhkan dengan beberapa pilihan obyek wisata budaya yang dapat dikunjungi, seperti Candi Penataran dan Museum Bung Karno yang terdapat di tampilan awal. Dengan menyentuh obyek wisata yang ditampilkan, pengguna akan langsung disuguhkan dengan virtual tour dan beberapa menu-menu pendukung.

    Menu-menu tersebut antara lain informasi yang menjelaskan obyek wisata dan titik paling menarik dari obyek tersebut, video overview berisi panduan berkeliling disertai penjelasan obyek, dan Navigasi yang diintegrasikan dengan Google Map sebagai petunjuk arah menuju obyek wisata dari lokasi pengguna. Hanya dengan sebuah perangkat berbasis Android minimal 3.0, siapapun dapat melihat keindahan lokasi wisata budaya Indonesia dan "berkelilling" di dalamnya.


    Aplikasi yang masih dirilis untuk lokasi Jawa Timur ini sudah dipublikasikan di Google Play Store untuk memperkenalkan wisata budaya Indonesia baik secara nasional maupun Internasional.

    "Kamiran saat ini masih dalam bentuk prototype, sehingga masih fokus untuk obyek wisata budaya di wilayah Jawa Timur. Namun, kami siap mengembangkannya lebih luas untuk seluruh wilayah Indonesia," kata Reza, ketua tim tersebut.

    Untuk inovasi selanjutnya, Kamiran juga akan dilengkapi dengan beberapa informasi penting yang bisa menjadi referensi bagi calon wisatawan terkait rute perjalanan, alokasi biaya, tempat makan, bahkan tempat penginapan dan reservasinya.

    "Target selanjutnya adalah Yogyakarta. Kami ingin meng-capture dan menunjukkan indahnya wajah budaya Indonesia pada Keraton Yogyakarta pada dunia Internasional," ujar Farandi, salah satu programmer dalam tim yang akan berangkat ke Yogyakarta pada Agustus ini. Aplikasi yang juga menjadi peserta dalam Program Kreativitas Mahasiswa 2013 dan Indonesia ICT Award 2013 ini digadang mampu menjadi sebuah sarana untuk melestarikan harta warisan bangsa, yaitu budaya nenek moyang Indonesia. (Jannatun Dewi/Mar)

    (Red) Penasaran? Dengan mudah dan tanpa dipungut biaya, kita dapat mencicipi aplikasi Kamiran ini dengan mengunduhnya di Google Play , klik disini.

    Sumber: Liputan6

  • Oleh Tri Agus Yogawasista

    Panorama Desa Wisata Pagergunung, Ngablak, Magelang, Jawa Tengah

    Desa Wisata Pagergunung di kecamatan Ngablak, kabupaten Magelang yang kawasan pemukiman penduduknya berada dikawasan lereng gunung Telomoyo dan gunung Andong 1010 meter dari permukaan laut.

    Kawasan kedua lereng gunung ini yang indah nan subur membuat populasi penduduk desa Pagergunung cukup tinggi 2383 jiwa dengan luas wilayah 296.175 hektar yang pola hidupnya mengacu pada pola pertanian seperti sayuran, Kubis, Wortel, Buncis, Jagung, Ketela, Padi dan Ketan.


    Kawasan pemukiman penduduk desa Pagergunung yang umumnya berada kawasan dilereng gunung Andong dan Telomoyo, namun pola hidup masyarakat desa ini cukup maju melalui pola pertanian mereka dapat memenuhi pelbagai kebutuhan hidup, membangun rumah, biaya pendidikan dan kebutuhan penting lainnya.

    Kawasan desa Pagergunung menarik dijelajahi, selain panorama alam pegunungan yang indah serta hamparan persawah an dilereng gunung berupa terasering ditanami aneka sayuran, padi terutama beras jawa dan ketan jawa terlihat hijau nan mempesona.


    Keindahan lainnya yang tidak kalah eksotiknya obyek wisata air terjun, mata air, sungai, homestay, hacking, tempat camping yang berada dilereng Andong tidak jauh dari desa ini serta menikmati suasana desa menjelang terbit dan terbenamnya matahari membuat desa ini indah memukau.

    Menelusuri desa ini memang mengesankan sambil keliling menikmati pemandangan pedesaan Pagergunung nan asri wisatawan pun dapat juga melihat aktifitas penduduk setempat baik bertani sambil belajar bercocok tanaman sayuran atau bisa juga melihat dari dekat pembuatan makanan ringan yang banyak terdapat didesa ini sambil belajar membuat aneka snack atau melihat Aktifitas kerajinan pembuatan relief yang unik, menarik dari bahan kuningan, sebuah kerajinan yang langka dan unik di Kab Magelang.

    Persawahan di lereng gunung

    Desa Wisata Pagergunung sungguh menarik ditelusuri baik pola pertanian kemudian home industri dan kegiatan seni budayanya. Seni budaya didesa ini berkembang cukup baik dan juga tetap bertahan hingga kini melalui program festival lima gunung yang terus digelar tiap setahun disekitar kawasan lima gunung tersebut meliputi gunung merbabu, andong, sumbing, menoreh dan merapi.

    Desa Pagergunung dewasa ini kian maju pesat semenjak desa ini dikembangkan menjadi desa wisata dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui program PNPM mandiri yang ada didesa ini sehingga membuat masyarakat desa Pagergunung terarah dan pola pikirnya lebih maju apalagi home industri dan pola pertaniannya mampu membantu dan mengangkat perekonomian masyarakat setempat. Desa wisata Pagergunung juga menjadi harapan yang indah bagi masyarakat desa ini, sebab dikembangnya menjadi desa wisata terbuka pelbagai lapangan kerja baru dan harapan-harapan indah lainnya demi meraih masa depan.

    Potensi Budaya dan Seni Tradisional

    • Wayang Kulit 
    • Ketoprak 
    • Tarian Kobra 
    • Kuda Lumping 
    • Soreng 
    • Kesenian Laras Madya 
    • Konthulan

    Potensi Kuliner

    Sagon

    Makanan khas Desa Wisata Pagergunung berupa; balok ketela, marning jagung, ceriping ketela (samier/lentheng), dan makanan khas lainnya berupa cenil, cethot, tempe, semprong, sagon, dan lain-lain.

    Semprong

    Potensi Industri Makanan

    Balok Ketela produk  Home Industry Desa Wisata Pagergunung, Ngablak, Magelang

    Industri rumahan (home industry) dikawasan desa Pagergunung dewasa ini berkembang cukup pesat home industri balok ketela misalnya yang jumlahnya mencapai 24 pengrajin balok ketela yang tersebar dipelbagai tempat didesa Pagergunung. Pengrajin balok ketela tumbuh berkembang kemudian para pengrajin tersebut membentuk kelompok tani yang dinamakan kelompok tani KLM Purwa sejati.

    Pengrajin balok ketela didesa ini cukup inovatif mampu membuat hasil pertanian ketela menjadi makanan ringan berpotensi ekonomi bagi masyarakat setempat bahkan industri balok ketela ini mampu dikirim ke beberapa daerah di Indonesia antara lain, pulau jawa, Bali, Sumatera dan Kalimantan dengan produksi balok ketela perhari mencapai rata-rata1 ton yang kemudian dijadikan kelompok tani percontohan dikabupaten Magelang.

    Home industri pengrajin ketela balok mampu menarik perhatian sebagian masyarakat Indonesia bahkan mereka dari kelompok petani dari luar jawa seperti kelompok tani Irian jaya dan daerah lain tidak segan melakukan studi banding mengunjungi daerah desa Pagergunung untuk melihat langsung cara pembuatan balok ketela yang dipandang inovatif dan kreatif dalam pengelohan hasil pertanian.

    Agrowisata

    Pagergunung juga memiliki daya tarik di bidang pertanian. Merupakan hal yang menarik untuk dapat mengamati dari dekat usaha masyarakat di bidang ini, selain letak lahan yang berada di lereng pegunungan, komoditi yang menjadi hasil usaha pertanian Pagergunung juga menarik untuk diamati.

    Pertanian Pagergunung menghasilkan sayuran dan tanaman pangan yang menjadi unggulan para petani, Pagergunung juga punya ikon di bidang partanian tanaman pangan yaitu Padi Jawa dan Ketan Jawa yang memliliki berbagai keistimewaan dibandingkan beras/ketan dari dataran rendah.

    Wisata Alam 

    1. Air Terjun (Waterfalls)

    Terdapat beberapa air terjun di desa pagergunung yang kesemuanya memiliki ciri khas dan keindahan masing-masing, yaitu :

    Air Terjun Sarangan
    • Air Terjun Sarangan 
    Air Terjun Sumuran
    • Air Terjun Sumuran 
    Air Terjun Sekarlangit
    • Air Terjun Sekarlangit 
    2. Bumi Perkemahan (Camping Ground) 

    Pagergunung memiliki beberapa tempat yang dapat digunakan sebagai bumi perkemahan, menjadi begitu spesial dengan latar belakang pemandangan indah dan dilengkapi dengan beberapa pilihan jalur tracking dengan berbagai tantangannya. Bumi perkemahan terletak di ujung desa, terpisah dari pemukiman namun sangat dekat dengan beberapa dusun, dekat dengan sebuah sungai besar, dan dekat dengan sebuah bangunan sekolah.

    Informasi lebih lanjut hubungi 


    Desa Wisata Pagergunung 
    Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah
    Informasi dan Pemesanan Hubungi di: +62 815 793 5672, +62 857 4788 7447 dan +62 819 0398 6 548

    Sumber: Berbagai artikel di internet
  • Oleh Tri Agus Yogawasista

    Topeng Ireng, Desa Wisata Wonolelo, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah

    Desa Wonolelo terletak di lereng Gunung Merbabu yang tepatnya berada di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Batas administratif Desa Wonolelo meliputi:

    Sebelah Utara : Puncak G. Merbabu
    Sebelah Timur : Desa Jrakah (Boyolali)
    Sebelah Selatan : Desa Klakah dan DesaTlogolele (Boyolali)
    Sebelah Barat : Desa Ketep dan Desa Banyuroto

    Panorama Desa Wisata Wonolelo

    Desa Wonolelo terdiri dari 18 dusun yaitu Dusun Windu Sajan, Dusun Panggungan, Dusun Plutungan, Dusun Windusabrang, Dusun Sanden, Dusun Wirosuko, Dusun Nggratan, Dusun Bentrokan, Dusun Nderokan, Dusun Malang, Dusun Ngagrong, Dusun Batur, Dusun Candran, Dusun Surodadi, Dusun Pelem, Dusun Wonodadi , Dusun Klampahan, Dusun Wonolelo.

    Sejarah Desa Wonolelo

    Dulu Wonolelo merupakan wilayah hutan yang kemudian digunakan untuk tempat persembuyian di masa penjajahan Jepang dan lama kelamaan wilayah tersebut digunakan sebagai tempat tinggal. Disaat itu terdapat 2 orang ajar yang sakti yaitu Ki Putut dan Ki Panggung. Kedua ajar tersebut beradu sakti untuk menjadi pemimpin dan akhirnya Ki Putut lah yang menang. Untuk menjalin kekeluargaan kedua ajar tersebut menjodohkan anaknya dan sampai akhirnya memiliki cucu. Cucu tersebut memiliki keanehan yaitu tidak dapat tidur jika tidak dininabobokkan di ladang dan akhirnya ladang tersebut diberi nama Wonolelo. Wonolelo berasal dari kata “wono” dan “lelo”. “Wono” artinya adalah ladang dan “lelo” artinya kata untuk meninabobokkan cucu dari Ki Putut dan Ki Panggung.

    Potensi Budaya dan Seni Tradisional

    1. Tari Soreng

    Tari Soreng (nu.or.id)

    Soreng merupakan kesenian tari yang menceritakan kisah Arya Penangsang sebagai penentang Hadiwijaya. Tari Soreng dikembangkan di Dusun Windusabrang. Kelompok tari di Dusun Windusabrang dikenal dengan nama Wahyu Rinenggo Sejati.

    2. Tari Topeng Ireng

    Topeng Ireng - Group Kayank Kawedar

    Topeng ireng merupakan salah satu kesenian tari dari Borobudur, Magelang. Tari Topeng Ireng Tari merupakan kesenian daerah pinggiran. Topeng Ireng sampai saat ini masih populer di kalangan Desa Wonolelo. Tarian tersebut masih diakui dan dilestarikan di Desa Wonolelo. Antusias dari masyarakat Desa Wonolelo sangat besar.

    Tari Topeng Ireng di Desa Wonolelo di kembangkan di 3 dusun yaitu Dusun Wonolelo, Dusun Windu Sajan, dan Dusun Windusabrang. Topeng Ireng dulunya merupakan peninggalan dari wali yang tujuannya untuk menyebarkan agama Islam. Tarian Topeng Ireng mengadopsi dari konsep Indian atau Suku Dayak namun, pakaian yang dikenakan penari sudah dimodifikasi menjadi lebih tertutup.

    Gerakan tarian Topeng Ireng mengadopsi dari kelompok-kelompok Tari. Tarian Topeng Ireng masih tergolong tarian baru diantara kesenian tari lainnya. Jumlah penari satu grup Topeng Ireng di Desa Wonolelo antara 50-80 orang.

    Penari Topeng Ireng khusus di Dusun Wonolelo yaitu sebanyak 54 orang yang terdiri dari anak-anak, remaja, dan dewasa. Sekali pentas biasanya selama 45 menit dengan menampilkan 8 gerakan. Selain itu, jumlah pemain pentas juga dapat disesuaikan dengan permintaan pengundang dan jika hanya pentas dengan kemauan kelompok sendiri semua penari ikut pentas.

    Grup Kesenian 

    Grup kesenian di Desa Wonolelo cukup banyak. Terdapat di beberapa dusun di Desa Wonolelo yang mempunyai grup kesenian. Grup tersebut antara lain:

    a. Kayank Kawedar

    Kayank Kawedar merupakan sebuah grup kesenian Topeng Ireng di Dusun Wonolelo. Grup ini diresmikan secara langsung oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Magelang yang dapat ditunjukkan oleh sertifikat. Sertifikat yang didapatkan dari Dinas Pariwisata tersebut dapat menjadi surat ijin pentas ke luar. Hak cipta gerakan di setiap kelompok tari sangat dijaga dengan baik sehingga kekhasan tarian tetap terjaga.

    b. Putra Garuda

    Grup Putra Garuda merupakan grup dari Dusun Windusabrang. Putra Garuda sering pentas sampai keluar desa dan juga sering diundang di acara-acara kesenian di Jawa Tengah maupun Yogyakarta.

    3. Wayang

    Wayang Orang 
    Kesenian wayang orang dikenalkan di Dusun Windusabrang Desa Wonolelo. Wayang orang biasanya dipentaskan setiap bulan Suro.

    Wayang Ndakan 
    Selain wayang orang, di Dusun Windusabrang juga terdapat kesenian wayang Ndakan. Wayang tersebut merupakan wayang yang menceritakan kisah-kisah yang lucu. Menurut kepercayaan masyarakat setempat sebelum pentas, dalang Wayang Ndakan biasanya mandi terlebih dahulu di Tuk Umbul sebagai bentuk pembersihan diri agar mendapatkan kelancaran dalam pentas.

    Potensi Kerajinan

    Kawasan desa wisata Selo memiliki pusat industri rumah tangga yang bergerak di bidang pembuatan kerajinan logam. Desa Tumang, merupakan cluster industri kerajinan logam yang ada di kawasan ini. Konon kira-kira dalam abad XVIII lahirlah seorang anak dari kerajaan Mataram II yang diberi nama Rogosasi. Kerena ia memiliki tubuh yang cacat dan raja menganggap tidak pantas hidup di kerajaan Mataram, maka ia diasingkan dan kemudian dititipkan kepada Kyai Wonosegoro yang bertempat di lereng gunung Merapi.

    Setelah merasa mampu mandiri, pangeran Rogosasi memisahkan diri dan merintis membangun sebuah desa yang kemudian dinamakan desa Tumang. Pangeran Rogosasi dalam merintis desa tersebut dibantu oleh para abdi dari keraton. Utusan pertama dari keraton mengajari masyarakat membuat keris dan kerangkanya. Selang beberapa tahun datanglah utusan kedua untuk mengajarkan cara membuat pakaian keratin dengan perak. Utusan ketiga mengajarkan cara membuat alat-alat dapur dari tembaga, dan utusan keempat mengajarkan cara menjahit. Keempat kerajinan tersebut sampai sekarang masih dilaksanakan oleh masyarakat setempat.

    Pada awainya semua pengrajin hanya memproduksi jenis peralatan rumah tangga dari tembaga (misainya: dandang, ceret, kwali, dll) namun mulai tahun 1980-an muncul inovasi baru, sebagian pengrajin mencoba merintis kerajinan seni ukir tembaga, yang jenis produksinya tidak lagi berupa peralatan rumah tangga namun berupa perlengkapan dan assesoris perumahan (misainya: pot bunga, guci, lampu duduk, lampu gantung, kaligrafi, hiasan dinding, dil). Sedangkan kerajinan tradisional berupa alat-alat rumah tangga yang menggunakan bahan baku tembaga akhirnya kalah bersaing dengan produk lain yang menggunakan bahan baku dari alumunium.

    Maka sekitar tahun 1990-an sebagian pengrajin peralatan rumah tangga yang menggunakan bahan baku dari tembaga mencoba memproduksi peralatan rumah tangga dengan menggunakan bahan baku alumunium.

    Paket Wisata Alam

    1. Air Terjun Kedung Kayang

    Air Terjun Kedung Kayang

    2. Pendakian Gunung

    Bagi tamu yang ingin mengunjungi objek-objek wisata atau pendakian, disediakan jas pemandu wisata.

    a. Pendakian Gunung Merapi
    b. Pendakian Gunung Merbabu

    Penginapan (Homestay) 

    Tersedia sebanyak kurang lebih 100 (seratus) inap desa (penginapan) yang disediakan oleh penduduk 

    Fasilitas

    Untuk menambah dan mendukung kegiatan wisata di kawasan desa wisata Selo, beberapa fasilitas telah dibangun dan difungsikan. Sarana-sarana tersebut adalah sebagai berikut:
    • Lapangan Tenis 
    • Pusat Informasi Pariwisata (TIC-Tourism Information Center) 
    • Pasar Tradisional 
    • Rumah Sakit dan Puskesmas 
    • Balai Diklat 
    Peta Desa Wisata Wonolelo

    Informasi lebih lanjut hubungi 

    Pusat Informasi Pariwisata
    Desa Wisata Wonolelo, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah
    Nama Kontak: (62) 276 326 073 (Suparmo), (62) 276 326 029 dan +62 818 250 751 (H. Koesnandar), (62) 276 326 037 (Supardi)

    Sumber: Berbagai artikel di internet
  • Oleh Tri Agus Yogawasista


    Desa Wisata Rantih termasuk dalam kecamatan Talawi Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, berjarak 12 km dari pusat Kota Sawahlunto. Memiliki topografi berkontur atau berbukit yang dilewati oleh Sungai Batang Ombilin yang membagi dua Desa Rantih dari utara ke selatan.

    Desa Wisata Rantih, salah satu dari 11 desa di Kecamatan Talawi, Sawahlunto. Desa ini memiliki luas wilayah 181,5 Ha dan 164 Kepala Keluarga (KK) ini. Sebelah Utara, desa ini berbatasan dengan Desa Batu Tanjung. Sebelah Selatan dengan Kecamatan Koto VII Tanjung Ampalu. Sebelah Timur, dengan Dusun Bukit Bual dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sikalang.


    Nama Desa Rantih sendiri di ambil dari nama jenis pohon rantiah atau merantiah yang merupakan tanaman hutan yang kuat dan keras. Nama Rantiah diambil sebagai nama Desa atau Kampung karena di daerah ini terdapat banyak pohon rantiah dan tradisi masyarakat minangkabau terdahulu menamakan tempat dengan sebutan atau tanda alam yang terdapat di daerah tersebut.

    Dahulunya rantiah adalah kawasan hutan yang di belah sungai sehinga memudahkan petani untuk membuat sawah dan kebun seiring perkembangan masyarakat minang saat itu membuka lahan (Manaruko) sehingga membentuk sebuah kawasan pemukiman menjadi korong seterusnya Taratak dan dusun atau jorong hinga karena pertumbuhan penduduk secara pemerintahan menjadi nama sebuah Desa. dimana Desa Rantih terdiri dari Tiga suku (Kucai, Sipang dan Tongas) termasuk dalam 4 jiniah ( kaum) dan memiliki 12 Ninik Mamak yang cikal bakal penduduknya berasal dari kanagarian sijantang, kolok, pamuatan (kabupaten Sijunjung) serta dari daerah lain disekitarnya.

    Panorama Desa Wisata Rantih (desawisata.web.id)

    Secara history dan kekerabatan masyarakat rantih sangat dekat dengan nagari nagari sekitarnya termasuk desa sikalang (Pemukiman tambang dan KP Ombilin) yang menjadi bagian desa rantih dahulunya.

    Masyarakat Desa Rantih meski terdiri dari beberapa suku dan kaum namun kehidupan sangat homogen dalam tatanan sosial dan adat istiadatnya. Hal ini karena terjadinya pembauran dan pertalian persaudaraan (perkawinan). Hingga saat sekarang Rantiah atau Rantih masih menjaga tatanan sosial budaya dalam satu tradisi yang khas dan menjadi identitas desa.

    Air Terjun Bikan, Desa Wisata Rantih (arysandi01.blogspot.com)

    Desa Rantih dibelah dua oleh Sungai Ombilin yang berhulu di Danau Singkarak mempunyai lima (5) buah air terjun. Tiga (3) air terjun berjarak 1 km dari Kantor Desa Rantih (pusat desa) dengan jarak tempuh perjalanan 30 sampai 45 menit dengan ketinggian 379 mdpl (mulai dari permukaan laut). Dua (2) air terjun lagi terletak di pinggiuran Sungai Ombilin, menuju kesana sebaiknya dengan perahu tempel (bermesin) sambil menikmati areal persawahan dan pepohonan yang masih asri di kiri kanan sungai. Di samping air terjun dan arung sungai ombilin anda bisa menikmati camping ground, menangkap belut, memancing sepanjang Sungai Ombilin atau di kolam penduduk, berkebun atau bercocok tanam, tinggal bersama penduduk, menikmati musik dan kesenian tradisional seperti Talempong Pacik, Rabab, dan Randai, berkunjung ke tambang batu bara tertua Tambang Dalam (Tamda) Sawahluwung, PT. BA, outbond, dan aktifitas lainnya.

    Potensi Wisata Alam

    1. Panorama Alam

    Desa Rantih di kelilingi perbukitan dan tebing sehingga desa ini memiliki panorama yang indah serta memiliki udara yang cukup sejuk.

    2. Air Terjun

    Desa Rantih dibelah dua oleh Sungai Ombilin yang berhulu di Danau Singkarak mempunyai lima (5) buah air terjun. Tiga (3) air terjun berjarak 1 km dari Kantor Desa Rantih (pusat desa) dengan jarak tempuh perjalanan 30 sampai 45 menit dengan ketinggian 379 mdpl (mulai dari permukaan laut). Dua (2) air terjun lagi terletak di pinggiuran Sungai Ombilin, menuju kesana sebaiknya dengan perahu tempel (bermesin) sambil menikmati areal persawahan dan pepohonan yang masih asri di kiri kanan sungai.

    Potensi Wisata Budaya

    Tarian Payuang (desawisata.web.id)

    1. Rebab
    2. Talempong
    3, Kajang Prahu
    4. Berkhaul
    5. Tarian Pasambahan
    6. Batoboh
    7. Pacu Perahu

    Potensi Kerajinan 

    1. Tempurung Kelapa
    2. Kerajinan Bambu

    Informasi lebih lanjut hubungi 

    Pusat Informasi Lembaga Desa Wisata Rantih
    Kantor : Jl. Jaamatar, Desa Rantih, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat
    Telp.: +62 831 815 2006, +62 877 920 9001
    Website: https://radont2r.wordpress.com/
    Reservasi: +62 856 6835 8774 (Andrinal), +62 878 9556 4099 (Shinta), +62 857 1870 4870 (Gene), +62 813 8476 0123 (Yopi)

    Sumber: Berbagai artikel di internet
  • Angkringan

    Metrogaya-Angkringan sangat favorit dan menjadi andalan bagi mahasiswa di Jogjakarta. Ketika lapar menyergap tapi tak punya banyak uang, maka angkringanlah salah satu alternatifnya, bagaimana tidak, angkringan menyediakan berbagai makanan dan minuman khas jawa seperti sego sambel, sate usus, tempe bakar dan sebagainya dengan harga yang relatif murah.

    Sejarah angkringan di Jogja merupakan sebuah romantisme perjuangan menaklukan kemiskinan. Angkringan di Jogjakarta dipelopori oleh seorang pendatang dari Cawas, Klaten bernama Mbah Pairo pada tahun 1950-an. Cawas yang secara adminstratif termasuk wilayah Klaten Jawa Tengah merupakan daerah tandus terutama di musim kemarau. Tidak adanya lahan subur yang bisa diandalkan untuk menyambung hidup, membuat Mbah Pairo mengadu nasib ke kota. Ya, ke sini, ke Jogjakarta.

    Mbah Pairo bisa disebut pionir angkringan di Jogjakarta. Usaha angkringan Mbah Pairo ini kemudian diwarisi oleh Lik Man, putra Mbah Pairo sekitar tahun 1969. Lik Man yang kini menempati sebelah utara Stasiun Tugu sempat beberapa kali berpindah lokasi. Seiring bergulirnya waktu, lambat laun bisnis ini kemudian menjamur hingga pada saat ini sangat mudah menemukan angkringan di setiap sudut Kota Jogja. Angkringan Lik Man pun konon menjadi yang paling dikenal di seluruh Jogja, bahkan di luar Jogja.

    Berbeda dengan angkringan saat ini yang memakai gerobak, diawal kemunculannya angkringan menggunakan pikulan sebagai alat sekaligus center of interest. Bertempat di emplasemen Stasiun Tugu Mbah Pairo menggelar dagangannya. Pada masa Mbah Pairo berjualan, angkringan dikenal dengan sebutan ting-ting hik (baca: hek). Hal ini disebabkan karena penjualnya berteriak “Hiiik…iyeek” ketika menjajakan dagangan mereka. Istilah hik sering diartikan sebagai Hidangan Istimewa Kampung. Sebutan hik sendiri masih ditemui di Solo hingga saat ini, tetapi untuk di Jogja istilah angkringan lebih populer. Demikian sejarah angkringan di Jogjakarta bermula.

    Kini angkringan sudah menjamur di kota-kota besar maupun kecil di seantero nusantara. Bahkan kabarnya ada lho angkringan yang menerapkan sistem penjualanya dengan franchise atau waralaba.Dan sekedar informasi, berikut adalah rekomendasi angkringan yang mempunyai makanan yang enak dan muantap di sekitaran jogja.
    • Angkringan Kali Code 
    • Angkringan PDAM Jogja Sleman 
    • Angkringan Kridosono 
    • Angkringan Stadion Mandala Krida 
    • Angkringan Pasar Sore Malioboro 
    • Angkringan Tugu Jogja 
    • Angkringan Pak Min depan GOR UNY (siang) 
    • Angkringan Mc Nduts depan GOR UNY (malam) (yc/mysukmana)
  • Oleh A. Sartono

    Gerobak Sapi Jaman Dahulu Di Surabaya

    Gerobak adalah kendaraan tradisional yang dulunya cukup banyak dapat ditemukan di seluruh Jawa. Pada masa lalu raja Hayam Wuruk pun sering menggunakan kendaraan berupa gerobak yang ditarik oleh dua ekor kerbau. Mungkin pada zaman itu gerobag merupakan salah satu kendaraan tradisional yang cukup mewah. Maklum, tidak setiap orang mampu membeli gerobak maupun binatang penariknya. Pada gilirannya gerobak menjadi kendaraan yang cukup diandalkan di Jawa di samping tentu saja, pedati, cikar, delman, atau andong.

    Mungkin dulunya kendaraan yang ditarik oleh binatang dan memiliki sepasang roda disebut juga gerobak. Seperti halnya pada saat ini semua alat angkut beroda dua yang ditarik oleh tenaga manusia juga sering disebut gerobak. Entah itu gerobak pengangkut sampah, gerobak pengangkut barang bekas, dan sebagainya.

    Entah mulai kapan pengertian alat angkut yang bernama gerobak itu mulai mengkhusus mengacu pada pengertian sebuah kendaraan beroda dua yang bodinya terbuat dari beberapa batang balok kayu, berdinding anyaman kulit bambu dengan bentuk seperti trapesium, atap umumnya terbuat dari anyaman bambu yang ditumpuk berlapis dengan lapisan paling atas berupa seng.


    Selain itu terdapat juga tirai yang terbuat dari karung goni yang berfungsi untuk menahan terpaan sinar matahari dan tampias air hujan. Tirai ini disangkutkan pada atap dan tiang atap gerobak. Terdapat juga rem yang terbuat dari balok atau gelondongan batang kayu, kusir selalu memegang cemeti, sepasang kuk dengan tangkai balok kayu yang menyambung ke bodi kendaraan, serta sepasang hewan penarik kendaraan yang umumnya berupa dua ekor sapi atau kerbau dengan kalung lonceng yang selalu berbunyi kelonengan atau keluntungan.

    Gerobak semacam itu pada masa lalu sempat menjadi raja jalanan di samping pedati atau andong. Pasalnya pada masa lalu kendaraan ini menjadi alat angkut yang vital bagi hasil-hasil bumi pedalaman Tanah Jawa. Bukan hanya hasil bumi dari para petani di Jawa, melainkan juga hasil-hasil perkebunan milik Belanda yang memberikan hasil berkelimpahan pada zaman Tanam Paksa.

    Oleh karena di masa lalu gerobak merupakan kendaraan yang cukup mahal juga harganya, maka kendaraan ini juga menjadi semacam tanda bahwa orang yang memilikinya merupakan orang yang lumayan juga kedudukan ekonominya. Lebih-lebih pada masa lampau pesanan akan jasa gerobak ini cukup sering terjadi sehingga pemasukan bagi pemiliki gerobak relatif cukup terjamin, setidaknya dibandingkan kehidupan para petani penggarap atau petani kecil pada masa lalu.


    Kini kendaraan bernama gerobak seperti gambaran di atas sudah sangat sulit ditemukan di Jogja. Kalaupun ada kemungkinan besar jenis kendaraan ini tidak akan pernah masuk ke kota karena akan sangat merepotkan lalu lintas kota Jogja yang sudah super padat itu. Bayangkan, di tengah lalu lintas kota yang padat tiba-tiba ada gerobak yang ditarik sapi ikutan melintas. Sudah bodinya besar dan panjang, jalannya lambat, sapinya kencing bahkan buang air besar. Dahsyat bukan ?! Sekalipun sudah sulit ditemukan, secara tidak sengaja Tembi melihatnya di Jalan Palagan Tentara Pelajar pada sekitar bulan Agustus 2009. Dengan cepat Tembi mengabadikannya, cepret-cepret-cepret. Sebenarnya Tembi mau mewawancarainya, namun kusir gerobak itu hanya tersenyum sambil melambaikan tangan tanda menolak. Yo uwis lah.

    Gerobak yang difoto Tembi ini masih kelihatan baru. Hal itu bisa ditandai dari catnya yang masih kinclong. Kayu-kayu sebagai kerangka bodinya juga masih kelihatan baru (bekas serutan-halus). Demikian pula roda dan asnya juga kelihatan masih baru. Sapi yang digunakan untuk menarik gerobak ini juga kelihatan muda dan gagah. Menilik wujudnya sapi yang digunakan untuk menarik gerobak ini adalah jenis sapi brahman. Sapi unggul dari India yang oleh orang Jawa disebut sebagai sapi Benggala. Mungkin orang Jawa memang mengidentifikasi sapi brahman ini sebagai sapi yang berasal dari Benggala yang identik pula dengan India. Sapi brahman dikenal berpostur gagah, tinggi, berpunuk besar, bergelambir lebar di leher bagian bawah.

    Kemungkinan besar pemilik gerobak tersebut adalah orang yang memang mencintai model alat angkut tradisional. Pasalnya di zaman sekarang orang memiliki gerobak justru lebih banyak tomboknya daripada untungnya karena alat angkut telah tergantikan dengan kendaraan bermesin. Entah itu truk, pick up, colt box, kereta api, maupun truk kontainer. Gerobak sapi mungkin hanya bertahan di tangan para penggemar fanatiknya. Gerak atau aktivitasnya pun jelas terbatas. Mungkin jenis alat angkut ini kelak hanya akan tinggal sebagai kenangan sejarah. Untunglah Tembi masih bisa menikmatinya.


    Sumber: Tembi


  • Sebagai kota penghasil batik dan sarung, Pekalongan yang terletak di Jawa Tengah ini memang menjadi salah satu tujuan wisata belanja. Meskipun aktivitas perdagangan umumnya terhenti jika hari Jumat tiba, tapi toh kota ini tak pernah sepi di hari lainnya. Hal ini juga didukung oleh kreativitas para pembatik dan pebisnis batik yang terus mengembangkan produknya sehingga bisa bersaing di pasaran. Salah satu pebisnis dan juga perancang busana batik adalah Zikin.


    Belum lama ini, Zikin menggelar sebuah show yang baru pertama kalinya diadakan di Pekalongan bertajuk ’12 Tahun Zikin Berkarya, Inspirasi Indonesia’. Terbagi menjadi 8 sekuen yang bercerita tentang perjalanan karier seorang Zikin, show yang dihadiri dr. H. Mohamad Basyir Ahmad, Walikota Pekalongan, berlangsung selama 2 jam dan tidak terkesan membosankan.





    Diawali dengan busana casual, yang memberikan energi baru lewat aksi tabrak warna dilanjutkan dengan kebaya encim yang dipadupadan dengan rok klok mini, sehingga membuat tampilannya lebih berjiwa muda. Berikutnya ditampilkan busana Melayu yang tampil menawan dengan bahan crepe de chine. Padupadan tas dengan busana bermotif tambang tampil apik pada sekuen berikutnya. Busana gypsi dengan warna yang cerah juga ikut memeriahkan suasana, yang kemudian dilanjutkan dengan busana muslim berbahan tenun motif Cinde, Kawung, serta Mega Mendung. Sentuhan motif tradisional juga ikut ditampilkan dalam aneka evening dress berbahan chiffon crepe. Show ditutup dengan penampilan busana gala bermotif wayang yang dikombinasikan dengan motif Parang. Busana ini adalah karya Zikin yang pertama kali ditampilkannya ketika ia berkecimpung di dunia mode.





    “Terus terang saya ingin bernostalgia dalam pergelaran saya kali ini. Saya juga ingin menginspirasi pebisnis di kota ini untuk mengadakan event yang sama. Mereka dan saya sering mengadakan show di kota lain, kini saatnya Pekalongan yang mendapat giliran. Dan antusiasme warga ternyata sangat besar, terbukti dari undangan yang habis terkirim dan masih banyak yang menanyakan,” ujar Zikin yang baru saja dilantik menjadi anggota Asosiasi Pengusaha dan Perancang Mode Indonesia (APPMI) Jawa Tengah ini. Ketika ditanyakan apa yang akan dilakukan di masa yang akan datang, Zikin mengatakan eksplorasi motif adalah hal yang akan terus dilakukannya untuk membedakannya dengan hasil karya desainer lain. Acara ini terselenggara berkat kerjasama Zikin dengan Apip’s Kerajinan Batik sebagai penyelenggara. Dea,foto: Rio





    Sumber: fashionpromagazine

  • Beda kain pulau Sawu dan Sumba terletak pada warnamya dan  pada pengaruh motif India dan Eropa

    Kain tenun dari pulau Sawu (terletak diantara Timor dan Sumba) tak kalah indahnya dari kain tenun Sumba meskipun memiliki perbedaan yang cukup mencolok. Kain tenun yang dibuat oleh masyarakat pulau Sawu cenderung lebih ‘teduh’ warnanya jika dibandingkan kain tenun Sumba. Kain sarung maupun selendang umumnya berwarna cokelat, biru gelap, hitam, dan kadang-kadang merah pucat dengan alur-alur corak bilah yang terdiri dari motif geometris atau motif-motif yang dipengaruhi budaya Eropa (Belanda).

    Salah satu aspek terpenting dari kain tenun bagi masyarakat Sawu pada awalnya ialah sebagai sistem penanda marga. Meskipun kini hal itu tidak diterapkan lagi namun mereka masih bisa membedakan asal keluarga atau marga masing-masing. Setiap kelompok atau marga masing-masing mengenakan jenis sarung atau selimut tertentu. Kaum perempuan Sawu mengenakan sarung berwarna merah dengan corak ikat berwarna putih dan garis-garis kecil berwarna hitam dan putih. Sarung yang dikenakan oleh perempuan dari marga yang besar yaitu Hubi’ae, disebut sarung raja. Baik sarung raja maupun yang dikenakan oleh kaum perempuan dari marga yang lebih kecil, yaitu Hubi’iki, memiliki satu kesamaan yaitu berupa bilah memanjang yang terdapat pada bagian atas dan bawah sarung. Marga yang lebih besar yang mengenakan sarung raja, terbagi dalam tiga sub-marga yang lebih kecil, dan setiap sub-marga tersebut harus menggunakan corak yang berbeda pada kain sarungnya. Salah satu corak tersebut adalah corak tutu yang terdiri dari stilasi burung dan bunga. Sedangkan sarung yang dikenakan oleh para perempuan dari marga yang lebih kecil selalu menampilkan motif yang sama, yaitu motif le’do yang merupakan stilasi dari bentuk ular dan bunga. Le’do juga merupakan nama dari sarung itu sendiri.


    Berdasarkan adat-istiadat Sawu, kaum lelaki dari marga yang lebih besar (Hubi’ae) mengenakan selimut yang terdiri dari dua warna yang dihiasi motif-motif tradisional, antara lain boda yang menggambarkan bentuk bunga dan garis-garis zig-zag yang disebut kekamahaba yang menggambarkan daun pohon lontar yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Sawu. Selain itu ada juga motif moto (bintang) dan motif dula. Motif-motif tersebut bersusun berupa bilah-bilah yang diletakkan sejajar berjarak sama. Ruang kosong di antara bilah-bilah itu disisi oleh corak garis-garis yang terdiri dari dua warna.

    Motif-motif tradisional utama pada kain tenun dari pulau Sawu ini ialah hebe dan makaba yang berupa gambaran bunga berbentuk medali dan bisa jadi motif ini merupakan pengaruh dari kain patola. Kain patola yang berasal dari Gujarat, India ini memang merupakan kain yang berharga bagi masyarakat Sawu. Jadi tidaklah heran jika mereka pun mencoba menyadur motif yang terdapat pada kain patola untuk diterapkan pada kain tenun mereka. Selain dipengaruhi oleh motif yang terdapat pada kain yang berasal dari India, pada kain tenun ikat dari Sawu ini kita dapat melihat motif-motif yang merupakan pengaruh dari budaya Portugis dan Belanda. Kain sarung dan selimut yang disebut waropi yang memiliki motif ikat terdiri dari dua warna memiliki motif bunga mawar yang merupakan pengaruh budaya Eropa. Selain motif bunga mawar ada pula motif suluran daun anggur, burung dan singa. Kisah menarik lain dari kain Pulau Sawu adalah tentang motif tradisional dan inspirasinya bagi perancang kita.

    Sumber: www.fashionpromagazine

  • Baju dari Kulit Kayu

    Pada zaman dahulu ketika kapas belum digunakan sebagai bahan pembuat pakaian, kayu pun digunakan sebagai salah satu bahan. Tradisi menggunakan bahan kayu sebagai pakaian, awal November lalu kembali diangkat di Pameran Tekstil Indonesia yang digelar di Museum Tekstil, Jakarta. Pameran yang mengetengahkan berbagai kain dari berbagai penjuru Nusantara ini mengangkat pula pembuatan kain dari kulit kayu. Kulit kayu? Ya, adalah Mufid, salah satu perajin Daluang (bahan kertas daur ulang dari kayu) yang mencoba untuk belajar dan mengembangkan tekstil dari kayu ini. Mufid belajar langsung dari seorang nenek yang berdomisili di Sulawesi Tengah selama 1 bulan.

    Bahan mentah diproses dengan memukul

    Sesudah dari hasil pemukulan bahan mentah menjadi lebar, di bungkus dengan daun pisang

    Tidak semua jenis pohon bisa digunakan untuk membuat tekstil dari kayu ini, salah satu yang bisa digunakan adalah pohon Saeh. Prosesnya dimulai dari pengelupasan lapisan kulit terluar dari pohon yang berusia lebih dari 2 tahun. Selanjutnya lapisan luar bagian yang berwarna cokelat dikerok sampai terlihat bagian berwarna putih saja, kemudian direndam di dalam air supaya lebih bersih. Setelah itu, dipukul menggunakan alat yang disebut Ike Pepaupu (alat yang terbuat dari kayu dan batu), hingga kayu tersebut menjadi lebar bentuknya, lalu dibungkus daun pisang, dan diletakkan dalam wadah tertutup selama 3 hari.

    Lembaran kain kayu yang sudah jadi 

    Selanjutnya, kayu yang telah difermentasi tersebut akan menjadi lebih lembut, lalu kembali dipukul-pukul sampai berbentuk lembaran kain. Tanpa memerlukan proses penjahitan, kedua ujung kain juga bisa direkatkan satu sama lain dengan cara dipukul-pukul.

    Alat-alat produksi pembuatan kain dari kayu

    Hasilnya adalah sebuah sarung yang bisa langsung digunakan. Namun kendalanya adalah sarung ini tidak bisa terkena air, dan bila kusut juga tidak bisa disetrika. Bagaimanapun inilah inovasi untuk menghasilkan bentuk kain baru yang mungkin pada waktunya makin dapat disempurnakan. Dea, foto: Rio


Comments

The Visitors says