PESONA WISATA INDONESIA

welcome to our blog



in a way, articles can also be described as a type of adjectives as they also tell us something about the nouns, like adjectives.

Articles are found in many Indo-European, Semitic, and Polynesian languages but formally are absent from some large languages of the world, such as Indonesian, Japanese, Hindi and Russian.

Posts

Comments

The Team

Blog Journalist

Connect With Us

Join To Connect With Us

Portfolio

  • Indonesia memiliki banyak kota-kota ada yang besar dan ada yang kecil. Semakin padatnya pemukiman penduduk telah menumbuhkan banyak kota di Indonesia dengan berbagai fasilitas yang ada sebagai ciri sebuah kota. Di antara kota-kota tersebut terdapat beberapa kota yang unik di Indonesia. Berikut kota-kota unik di Indonesia menurut versi indonesiatop.blogspot.com :


    Kota Agats, Kota di Atas bilah Papan

    Kota Agats terletak di Kabupaten Asmat, Papua. Kota ini sangat unik karena hampir semua bangunannya berdiri di atas papan termasuk jalan-jalan di kota ini. Agats, didirikan di atas ribuan papan dengan tiang pancang dari kayu.

    Semua infrastruktur baik perumahan, perkantoran dan jalan raya di Kota Agats ibukota Kabupaten Asmat ini terbuat dari kayu dengan konstruksi panggung. Aktifitas sehari-hari warganya dilakukan di atas papan seperti bersekolah, bekerja bahkan berolahraga. Di Agats warganya bermain bola di atas lapangan yang terbuat dari papan. Jalan di kota Asgats pun berupa jembatan kayu yang menghubungkan antara satu tempat dengan tempat lainnya. Seluruh jalan di Agats tersebut berbentuk panggung. Kendaraan di kota ini hanya ada motor listrik dan sepeda karena hanya kedua jenis kendaraan itu saja yang boleh digunakan di Agats.

    Tanah di Agats memang berupa rawa-rawa berlumpur yang tidak cukup kuat dijadikan landasan bangunan. Wilayah Agats berupa rawa-rawa dengan ketinggian air mencapai satu meter sehingga kota ini dibangun di atas papan.


    Kota Gili Trawangan, kota tanpa kendaraan bermotor



    Kota Gili Trawangan terletak di pulau Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, NTB.  Gili trawangan merupakan lokasi wisata yang sangat banyak pengunjungnya. Di Gili ada berbagai opsi penginapan, dari kelas resort berbintang, hingga homestay. Gili Trawangan sudah ramai dengan berbagai fasilitas wisatanya sehingga sudah pantas disebut kota.

    Keunikan Gili Trawangan yaitu tidak terdapat kendaraan bermotor karena tidak diizinkan oleh aturan lokal. Masyarakat setempat melarang kendaraan beroperasi di pulau-pulau kecil itu sehingga tempat ini bebas dari polusi. Sarana transportasi Gili Trawangan adalah sepeda dan kendaraan unik kereta kuda seperti dokar yang sering disebut sebagai cimodo.

    Gili Trawangan merupakan tempat yang sudah dikenal wisatawan dunia. Daya tarik utama wisata di pulau ini adalah pesona lautnya. Keindahan alam bawah laut tempat ini telah diakui wisatawan mancanegara.


    Kota Bogor kota yang selalu hujan


    Kota Bogor terletak di Jawa Barat. Kota ini memiliki keunikkan karena setiap harinya kota ini selalu hujan walaupun sedang musim kemarau. Curah hujan di Kota Bogor dikenal merupakan yang tertinggi di Indonesia.

    Kota  ini secara letak geografisnya memang sangat berpotensi memiliki curah hujan tinggi karena terletak di kaki Gunung Salak dan Gunung Gede. Kota Bogor terletak pada ketinggian 190 sampai 330 m dari permukaan laut. Udaranya relatif sejuk dengan suhu udara rata-rata setiap bulannya adalah 26 °C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%.

    Hujan disini memang hampir terjadi setiap hari, dan waktunya pun tak dapat diprediksi, entah itu pagi, siang, atau malam. Hujan di kota ini bisa terjadi sepanjang hari dan  tidak mengenal musim, karena tidak diketahui batas antara musim hujan dan kemaraunya. Bogor yang sering hujan ini menyebabkan kota ini dikenal sebagai kota hujan.


    Kota Tembagapura kota yang diselimuti kabut



    Kota Tembagapura berada di wilayah Kabupaten Mimika, Papua. Jaraknya sekitar 55 km dari Kota Timika. Tembagapura adalah kota yang dibangun untuk menunjang kegiatan pertambangan Freeport. Ada perkantoran, pemukiman, pusat perbelanjaan, rumah sakit, dan sekolah. Keunikan dari kota ini yaitu kota ini selalu diselimuti kabut yang menghalangi matahari. Setiap hari, kota ini selalu diselimuti kabut yang menghalangi matahari dan memiliki curah hujan tinggi.

    Kota ini jarang disinari matahari dengan awan-awan putih yang menyelimuti wilayahnya. Tembagapura dikelilingi pegunungan dan awan putih yang berlapis-lapis karena kota ini berada di ketinggian sekitar 2.500 mdpl. Suasana ini menghadirkan suhu yang cukup dingin, dengan suhu berkisar 5-20 derajat Celcius.

    Dengan suhu udara yang cukup dingin, jarang munculnya sinar matahari dan hiasan awan putih yang seolah tidak pernah hilang, menjadikan Kota Tembagapura ini mendapat julukan Negeri di atas Awan.

    Kota Kuala Kencana, kota di tengah hutan




    Kota Kuala Kencana merupakan suatu kawasan Freeport yang terletak di Timika, Papua. Kota ini dibangun di tengah hutan oleh PT Freeport. Kota Kuala Kencana juga merupakan kota yang dibangun PT Freeport disamping Tembagapura. PT Freeport membangun 2 kota utama yaitu Tembagapura yang sering disebut highland dan kuala kencana yang disebut lowland.

    Keunikan kota ini yaitu berada di tengah hutan. Kota ini dikelilingi hutan, dimana batas-batas jalan ataupun halaman-halaman rumah, pusat-pusat perbelanjaan dan kantor-kantor adalah pepohonan lebat. Kadang kita bisa melihat burung-burung khas Papua beterbangan di antara pepohonan di sekitar kota ini.

    Walau dikelilingi hutan tropis, Kuala Kencana sudah seperti kota-kota di luar negeri. Sistem saluran air hingga listrik semuanya melalui bawah tanah. Model-model rumah yang ada di kompleks Kuala Kencana hampir menyerupai model rumah ala negara barat.  Jalanannya sudah ditata sangat rapih dan apik bak di luar negeri. Di Kuala kencana juga tersedia lengkap area wisata keluarga seperti kolam renang, food court, golf dsb.


    Kota Bunga, Cipanas, Kota wisata yang unik



    Kota Bunga ini merupakan kota wisata yang terletak di dataran tinggi Puncak, Cipanas, Jawa Barat. Kota Bunga memang kawasan yang luas dan hijau, dengan bunga-bunga bermekaran di taman-tamannya. Kota ini dibangun di lahan seluas sekitar 125 hektar sejak sekitar tahun 1993. Kota Bunga Cipanas merupakan komplek Villa dengan berbagai tipe Villa dari belahan dunia. Hingga saat ini jumlah vila yang dibangun mencapai sekitar 2.500 rumah. Rumah-rumah di kota bunga memiliki bentuk yang unik karena arsitekturnya mengikuti bentuk rumah dari berbagai negara.

    Keunikan dari kota bunga ini karena memiliki tempat wisata danau yang dibuat mirip dengan kawasan Venesia di Italia, yang dinamakan Little Venice. Replika sudut Kota Venesia di area wisata Kota Bunga ini mirip sekali dengan aslinya. Little Venice ini tidak hanya menampilkan sentuhan Eropa, tapi juga menampilkan sentuhan budaya Asia dengan adanya bangunan mirip Gerbang Kemakmuran yang terdapat di China dan Patung Merlion yang terdapat di Singapura. Selain Little Venice, Kota Bunga Cipanas juga menyediakan arena permainan untuk anak-anak, yaitu Arena Fantasi dan penyewaan kuda tunggang.

    Di akhir pekan atau libur sekolah, vila-vila yang ada penuh dihuni tidak saja oleh pemilik vila, tetapi juga pendatang yang sengaja menyewa vila. Untuk masuk ke kawasan vila ini gratis. Tiket baru dikenakan kepada pengunjung yang akan menggunakan fasilitas wisata. Kota dengan udara yang sejuk ini bisa jadi tempat liburan yang sangat menarik.



    Kota Pontianak, Kota di garis tengah bumi



    Kota Pontianak adalah Ibukota Kalimantan Barat. Kota ini terletak di lintasan garis khatulistiwa sehingga dikenal sebagai Kota Khatulistiwa atau kota Equator. Kota ini terletak di lintasan garis khatulistiwa, tepatnya antara 0°02’24” LU - 0°01’37” LS dan 109°16’25” BT - 109°23’04” BT.

    Keunikan kota Pontianak yaitu menjadi satu-satunya kota di dunia yang dilintasi persis oleh garis khatulistiwa. Titik nol derajat atau kulminasi matahari yang ada di Pontianak merupakan salah satu keistimewaan kota ini dibandingkan negara-negara lain yang dilalui garis Khatulistiwa. Pasalnya, titik kulminasi di Pontianak tepat berada di tengah-tengah kota. Di Kota ini pun didirikan tugu khatulistiwa. Jadi kalau kita ada di tengah kota ini kita berada tepat di garis khatulistiwa yang memisahkan belahan Bumi utara dan belahan Bumi selatan.

    Di kota ini kita akan mengalami fenomena unik karena pada waktu tertentu kita tidak bisa melihat bayangan sendiri dan itu hanya terjadi dua kali dalam setahun. Setiap tanggal 21 -23 Maret dan 21-23 September setiap tahun diperingati hari kulminasi matahari di tempat ini, yakni matahari tepat berada di atas garis khatulistiwa sehingga bayangan benda di tempat ini hilang. Setiap tanggal 21 Maret dan 23 September, bayangan tubuh akan menghilang bila tepat berdiri di titik kulminasinya karena saat itu Matahari tepat berada di titik tersebut.

    Itulah 7 kota terunik yang ada di Indonesia. Sebenarnya setiap kota di Indonesia memiliki keunikan masing-masing. Masih ada kota unik lainnya yang tidak ditulis dalam tulisan ini.(Indotop)
  • Oleh Tri Agus Yogawasista

    Pintu masuk Desa Wisata Adat Penglipuran (penglipuran.com)

    Desa Wisata Adat Penglipuran, terletak di Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Propinsi Bali, dengan ketinggian 500-600 m di atas pemukaan laut dan koordinat GPS 8,0292893° LS, 115,03036° BT. Yang berjarak 5 Km arah utara dari Kota Bangli dan 45 Km dari kota Denpasar.

    Luas Desa Penglipuran adalah 112 Ha, 9 Ha digunakan sebagai pemukiman warga dan sisanya adalah hutan dan tanah tegalan atau ladang.

    Jalan menuju Desa Wisata Adat Penglipuran (penglipuran.com)

    Nama Desa penglipuran menurut cerita para sesepuh tua di desa penglipuran diambil dari kata ”pengeling pura” yang artinya ingat pada leluhur. cerita ini dikaitkan dengan hijrahnya leluhur masyarakat bayung gede di wilayah kintamani ke Desa penglipuran yang sekarang. Untuk mengingat tempat leluhurnya maka dibangunlah tempat persembayangan yang fungsinya sama dengan tempat persembahyangan yang terdapat di desa Bayung Gede. Tempat persembahyangannya adalah pura bale agung, pura puseh, pura dalem, dan pura dukuh. keempat pura ini sampai sekarang masi disungsung oleh masyarakat desa penglipuran. Rasa eling atau ingat tanah asal dari leluhur mereka yaitu desa Bayung Gede inilah makna dari pembangunan pura tersebut.

    Konsep "Tri Mandala" diterapkan di desa ini, yang membagi desa menjadi tiga bagian utama. Bagian paling suci adalah "Utama Mandala" yang terletak di bagian Utara desa di mana candi berada, bagian kedua disebut "Madya Mandala" di mana penduduk desa hidup dan melakukan kegiatan mereka, dan bagian terakhir adalah "Nista Mandala" di mana kuburan berada.

    Rumah penduduk Penglipuran tertata rapi dan seragam (penglipuran.com)

    Rumah-rumah yang ada di desa ini dari Utara ke Selatan tampak indah khususnya pintu masuk tradisional Bali yang dibuat mirip satu sama lain. Ketika kita melangkah ke desa ini, kita akan melihat rumah-rumah Bali ke Timur Laut berorientasi pada Gunung Agung yang terletak di Timur Laut pulau Bali. Struktur rumah satu sama lain adalah sama dalam kondisi tertentu, bentuk, ukuran dan fungsi kecuali rumah untuk ruang tidur keluarga.

    Desa ini memimpin dengan seorang pemimpin yang disebut Bendesa Adat dan dibantu oleh Penyarikan . Sistem organisasi desa disebut "Ulu Apad" yang merupakan salah satu Sistem Organisasi Bali tertua . Dalam sistem itu, ada 76 anggota menjadi wakil desa. Bagian atas 12 anggota yang disebut "Kanca Roras". Imam desa disebut Jero Kubayan, ada dua Jero Kubayan mereka Jero Kubayan Mucuk dan Jero Kubayan Nyoman.

    Pura (penglipuran.com)

    Berdasarkan Data Tahun 2012 Bulan September, Jumlah penduduk Desa Penglipuran sebanyak 927 orang dengan jumlah KK 232 orang yang hidup sabagian besar sebagai petani dan sebagian kecil sebagai Pegawai Negeri. Seni Budaya dan Cenderamata berkembang pesat di desa terpencil ini. Desa Tradisional Penglipuran memiliki potensi budaya yang hingga kini masih dilestarikan dalam bentuk Rumah Adat Tradisional dengan kekhasan tersendiri yang membedakan desa Penglipuran dari desa-desa lain yang ada di Bali.

    Hutan Bambu

    Hutan Bambu (desawisata.web.id)

    Desa Penglipuran dikelilingi oleh Hutan bambu yang memberikan udara pedesaan yang sejuk dan segar dengan bunyi gesekan pohon bambu yang unik bila bersentuhan satu sama lain di saat angin berhembus.

    Hutan ini dimiliki oleh Desa dan sebagian milik Penduduk setempat dengan luas 45 Ha yang dipakai untuk keperluan penduduk membangun rumah dan kerajinan tangan disamping untuk keperluan upacara adat. Disamping itu hutan ini juga berfungsi sebagai penyerap air disaat hujan dan penyedia air bersih di musim kemarau bagi desa yang berada dibawahnya.

    Tugu Pahlawan

    Monumen Anak Agung Anom Muditha (desawisata.web.id)

    Monumen ini didirikan pada tahun 1959 untuk memperingati perang Revolusi di Kabupaten Bangli yang dipimpin oleh Kapten Anak Agung Anom Muditha yang terletak disebelah selatan Desa Penglipuran.Luas Monumen ini 1,5 Ha dengan bangunan style Bali dengan balai Cura Yudha yang merupakan tempat aktifitas tertentu dan tempat parkir.

    Monumen ini dibangun oleh Penduduk Desa Penglipuran untuk mengenang Kapten Anak Agung Anom Muditha beserta pasukannya yang gugur dalam menghadapi Tentara NICA selama zaman Revolusi pada tanggal 20 Nopember 1947.

    Paket Wisata

    Paket wisata ada 3 (tiga) macam :
    • Paket 2 hari 1 malam
    • Paket 3 hari 2 malam
    • Paket 4 hari 3 malam
    Penginapan (Homestay)

    Penginapan Desa Wisata Penglipuran ada dua macam yaitu

    Guest House (penglipuran.com)

    1. Guest House, tersedia 3 (tiga) buah

    Artawati Homestay (penglipuran.com)

    2. Homestay, tersedia 6 (enam) buah

    Informasi lebih lanjut hubungi 
           
    Desa Wisata Adat Penglipuran
    Kubu, Bangli, Bangli, Bali
    email: info@penglipuran.com
    Koordinat GPS: 8° 1' 45.44" S, 115° 1' 49.29" E (8,0292893° LS, 115,03036° BT) (*)

    Sumber: Berbagai artikel di internet
    (*) http://desawisata.web.id
  • Candi Mendut, Koordinat GPS: 7° 36' 17,3" S, 110° 13' 48.1" E (*)

    Candi Mendut terletak di Desa Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa barat, sekitar 38 km ke arah barat laut dari Yogyakarta. Lokasinya hanya sekitar 3 km dari Candi Barabudhur, yang mana Candi Buddha ini diperkirakan mempunyai kaitan erat dengan Candi Pawon dan Candi Mendut. Ketiga candi tersebut terletak pada satu garis lurus arah utara-selatan.

    Belum didapatkan kepastian mengenai kapan Candi Mendut dibangun, namun J.G. de Casparis menduga bahwa Candi Mendut dibangun oleh raja pertama dari wangsa Syailendra pada tahun 824 M. Dugaan tersebut didasarkan pada isi Prasasti Karangtengah (824 M), yang menyebutkan bahwa Raja Indra telah membuat bangunan suci bernama Wenuwana. Casparis mengartikan Wenuwana (hutan bambu) sebagai Candi Mendut. Diperkirakan usia candi Mendut lebih tua daripada usia Candi Barabudhur.


    Candi ini pertama kali ditemukan kembali pada tahun 1836. Seluruh bangunan candi Mendut diketemukan, kecuali bagian atapnya. Pada tahun 1897-1904, pemerintah Hindia Belanda melakukan uapaya pemugaran yang pertama dengan hasil yang cukup memuaskan walaupun masih jauh dari sempurna. Kaki dan tubuh candi telah berhasil direkonstruksi. Pada tahun 1908, Van Erp memimpin rekonstruksi dan pemugaran kembali Candi Mendut, yaitu dengan menyempurnakan bentuk atap, memasang kembali stupa-stupa dan memperbaiki sebagian puncak atap. Pemugaran sempat terhenti karena ketidaktersediaan dana, namun dilanjutkan kembali pada tahun 1925.

    Candi Mendut memiliki denah dasar berbentuk segi empat. Tinggi bangunan seluruhnya 26,40 m. Tubuh candi Buddha ini berdiri di atas batur setinggi sekitar 2 m. Di permukaan batur terdapat selasar yang cukup lebar dan dilengkapi dengan langkan. Dinding kaki candi dihiasi dengan 31 buah panel yang memuat berbagai relief cerita, pahatan bunga dan sulur-suluran yang indah.

    Jayadwara (saluran pembuangan air dari Selasar)

    Di beberapa tempat di sepanjang dinding luar langkan terdapat Jaladwara atau saluran untuk membuang air dari selasar. Jaladwara terdapat di kebanyakan candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta, seperti di Candi Barabudhur, Candi Banyuniba, Candi Prambanan dan di Situs Ratu Baka. Jaladwara di setiap candi memiliki bentuk yang berbeda-beda.

    Tangga menuju selasar terletak di sisi barat, tepat di depan pintu masuk ke ruangan dalam tubuh candi. Pintu masuk ke ruangan dalam tubuh candi dilengkapi dengan bilik penampil yang menjorok keluar. Atap bilik penampil sama tinggi dan menyatu dengan atap tubuh candi. Tidak terdapat gapura atau bingkai pintu pada dinding depan bilik penampil. Bilik itu sendiri berbentuk lorong dengan langit-langit berbentuk rongga memanjang dengan penampang segi tiga.


    Dinding pipi tangga dihiasi dengan beberapa panil berpahat yang menggambarkan berbagai cerita yang mengandung ajaran Buddha. Pangkal pipi tangga dihiasi dengan sepasang kepala naga yang mulutnya sedang menganga lebar, sementara di dalam mulutnya terdapat seekor binatang yang mirip singa. Di bawah kepala naga terdapat panil begambar makhluk kerdil mirip Gana.

    Atap candi itu terdiri dari tiga kubus yang disusun makin ke atas makin kecil, mirip atap candi-candi di Komplek Candi Dieng dan Gedongsanga. Di sekeliling kubus-kubus tersebut dihiasi dengan 48 stupa kecil. Puncak atap sudah tidak tersisa sehingga tidak diketahui lagi bentuk aslinya.


    Dinding dalam bilik penampil dihiasi dengan relief Kuwera atau Avataka dan relief Hariti. Relief Kuwera terpahat di dinding utara, relief Hariti terpahat di dinding selatan. Kuwera adalah seorang raksasa pemakan manusia yang bertobat setelah bertemu dengan Buddha. Ia berubah menjadi dewa kekayaan dan pelindung anak-anak. Kuwera mempunyai seorang istri bernama Hariti, yang semula adalah juga seorang raksasa pemakan manusia. Sebagaimana halnya suaminya, Hariti bertobat setelah bertemu Buddha dan kemudian menjadi pelindung anak-anak. Relief Kuwera dan Hariti terdapat di banyak candi Buddha Tantrayana, seperti di Candi Sewu, Candi Banyuniba dan Candi Kalasan.

    Dalam relief itu digambarkan Kuwera sedang duduk di atas sebuah bangku. Di sekelilingnya tampak sejumlah anak sedang bermain-main. Di bawah tempat duduk laki-laki tersebut terdapat pundi-pundi berisi uang. Pundi-pundi berisi uang merupakan ciri Kuwera sebagai dewa kekayaan. Relief Hariti menampilkan suasana yang serupa. Hariti bersimpuh di atas sebuah bangku sambil memangku seorang anak. Di sekelilingnya terlihat sejumlah anak sedang bermain.


    Dinding tubuh candi dihiasi dengan relief yang berkaitan dengan kehidupan Buddha. Pada dinding selatan terdapat relief Bodhisattwa Avalokiteswara. Sang Buddha duduk di atas padmasana (singgasana dari bunga padma) di bawah naungan pohon kalpataru. Di sebelah kanannya Dewi Tara bersimpuh di atas padmasana dan di sebelah kirinya seorang wanita lain juga bersimpuh di atas padmasana. Agak ke atas, di kiri dan kanan tampak seperti dua gumpalan awan. Dalam masing-masing gumpalan tampak sosok seorang pria sedang membaca kitab. Di tepi kiri dan kanan digambarkan pilar dari batu yang disusun bertumpuk. Di puncak pilar terlihat Gana dalam posisi berjongkok sambil menyangga sesuatu. Di hadapan Sang Buddha ada sebuah kolam yang dipenuhi dengan bunga teratai. Air kolam berasal dari air mata Buddha yang menetes karena kesedihannya memikirkan kesengsaraan umat manusia di dunia. Tepat di hadapan Buddha, terlihat dua orang perempuan muncul dari sela-sela teratai di kolam.


    Pada dinding timur terpahat relief Bodhisatwa. Dalam relief ini Sang Buddha yang digambarkan sebagai sosok bertangan empat sedang berdiri di atas tempat yang bentuknya mirip lingga. Pakaian yang dikenakan adalah pakaian kebesaran kerajaan. Di sekeliling kepalanya memancar sinar kedewaan. Tangan kiri belakang memegang kitab, tangan kanan sebelah belakang memegang tasbih, kedua tangan depan menggambarkan sikap varamudra, yaitu Buddha bersila dengan sikap tangan memberi anugrah. Di sebelah kirinya setangkai bunga teratai yang keluar dari dalam bejana.


    Pada dinding sisi utara terpahat relief yang menggambarkan Dewi Tara sedang duduk di atas padmasana, diapit dua orang lelaki. Dalam relief ini Tara digambarakan sebagai dewi bertangan delapan. Keempat tangan kiri masing-masing memegang tiram, wajra, cakra, dan tasbih, sedangkan keempat tangan kanan masing-masing memegang sebuah cawan, kapak, tongkat, dan kitab.


    Pada dinding barat (depan), di sebelah utara pintu masuk, terdapat relief Sarwaniwaranawiskhambi. Sarwaniwaranawiskhambi digambarkan sedang berdiri di bawah sebuah payung. Busana yang dipakainya adalah busana kebesaran kerajaan.

    Di ruangan yang cukup luas dalam tubuh Candi Mendut terdapat 3 buah Arca Buddha. Tepat mengadap pintu terdapat Buddha Sakyamuni, yaitu Buddha sedang berkhotbah. Buddha digambarkan dalam posisi duduk dengan sikap tangan dharmacakramudra, yaitu sikap sedang mewejangkan ajaran.


    Di sebelah kanan, menghadap ke selatan, terdapat Arca Bodhisattva Avalokiteswara, yaitu Buddha sebagai penolong manusia. Buddha digambarakan dalam posisi duduk dengan kaki kiri terlipat dan kaki kanan menjuntai ke bawah. Telapak kaki kanan menumpang pada bantalan teratai kecil. Di sebelah kiri ruangan, menghadap ke utara, terdapat Arca Maitreya yaitu Bodhisatwa pembebas manusia yang sedang duduk dengan sikap tangan simhakarnamudra, mirip sikap vitarkamudra namun jari-jarinya tertutup. Ketiga arca dalam ruangan ini memakai dilengkapi dengan 'prabha" atau sinar kedewaan di sekeliling kepalanya.

    Di sudut selatan, di halaman samping Candi Mendut terdapat batu-batu reruntuhan yang sedang diidentifikasi dan dicoba untuk direkonstruksi.



    Sumber: Pnri
    (*) Yogyes
  • Candi Pawon, Koordinat GPS: 7° 36' 22" S, 110° 13' 10.3" E (*)

    Candi Pawon terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Candi yang mempunyai nama lain Candi Brajanalan ini lokasinya sekitar 2 km ke arah timur laut dari Candi Barabudhur dan 1 km ke arah tenggara dari Candi Mendut. Letak Candi Mendut, Candi Pawon dan Candi Barabudhur yang berada pada satu garis lurus mendasari dugaan bahwa ketiga candi Buddha tersebut mempunyai kaitan yang erat. Selain letaknya, kemiripan motif pahatan di ketiga candi tersebut juga mendasari adanya keterkaitan di antara ketiganya. Poerbatjaraka, bahkan berpendapat bahwa candi Pawon merupakan upa angga (bagian dari) Candi Barabudhur.


    Menurut Casparis, Candi Pawon merupakan tempat penimpanan abu jenazah Raja Indra (782 - 812 M), ayah Raja Samarrattungga dari Dinasti Syailendra. Nama "Pawon" sendiri, menurut sebagian orang, berasal dari kata pawuan yang berarti tempat menyimpan awu (abu). Dalam ruangan di tubuh Candi Pawon, diperkirakan semula terdapat Arca Bodhhisatwa, sebagai bentuk penghormatan kepada Raja Indra yang dianggap telah mencapai tataran Bodhisattva, maka dalam candi ditempatkan arca Bodhisatwva. Dalam Prasasti Karang Tengah disebutkan bahwa arca tersebut mengeluarkan wajra (sinar). Pernyataan tersebut menimbulkan dugaan bahwa arca Bodhisattwa tersebut dibuat dari perunggu.

    Batur candi setinggi sekitar 1,5 m berdenah dasar persegi empat, namun tepinya dibuat berliku-liku membentuk 20 sudut. Dinding batur dihiasi pahatan dengan berbagai motif, seperti bunga dan sulur-suluran. Berbeda dengan candi Buddha pada umumnya, bentuk tubuh Candi Pawon ramping seperti candi Hindu.


    Pintu masuk ke ruangan dalam tubuh candi terletak di sisi barat. Di atas ambang pintu terdapat hiasan Kalamakara tanpa rahang bawah.Tangga menuju selasar dilengkapi dengan pipi tangga dengan pahatan pada dinding luarnya. Hiasan kepala naga di pangkal pipi tangga sudah rusak. Ruangan dalam tubuh candi saat ini berada dalam keadaan kosong, namun pada lantai terlihat bekas yang menunjukkan bahwa tadinya terdapat arca di tempat tersebut.

    Pada dinding bagian depan candi, di sebelah utara dan selatan pintu masuk, terdapat relung yang berisi pahatan yang menggambarkan Kuwera (Dewa Kekayaan) dalam posisi berdiri. Pahatan yang terdapat di selatan pintu sudah rusak sehingga tidak terlihat lagi wujud aslinya. Pahatan yang di utara pintu relatif masih utuh, hanya bagian kepala saja yang sudah hancur.


    Pada dinding utara dan selatan candi terdapat relief yang sama, yaitu yang menggambarkan Kinara dan Kinari, sepasang burung berkepala manusia, berdiri mengapit pohon kalpataru yang tumbuh dalam sebuah jambangan. Di sekeliling pohon terletak beberapa pundi-pundi uang. Di langit tampak sepasang manusia yang sedang terbang. Di bagian atas dinding terdapat sepasang jendela kecil yang berfungsi sebagai ventilasi. Di antara kedua lubang ventilasi tersebut terdapat pahatan kumuda.


    Atap candi berbentuk persegi bersusun dengan hiasan beberapa dagoba (kubah) kecil di masing-masing sisinya. Puncak atap dihiasi dengan sebuah dagoba yang lebih besar.

    Sumber: Pnri
    (*) Yogyes
  • Candi Borobudur, Koordinat GPS: 7° 36' 28.3" S, 110° 12' 13.5" E (*)

    Candi Borobudur terletak di Kabupaten Magelang, sekitar 15 km ke arah Baratdaya Yogyakarta. Candi Buddha terbesar di Indonesia ini telah warisan budaya duniadan telah terdaftar dalam daftar warisan dunia (world heritage list), yang semula diberi nomor 348 dan kemudian diubah menjadi 582 pada tahun 1991. Lokasi Candi Borobudur yang merupakan bukit kecil dikelilingi oleh pegunungan Menoreh, Gunung Merapi dan Gunung Merbabu di Timurlaut, serta Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro di Baratlaut.

    Sampai saat ini belum ada kesepakatan di antara para pakar tentang nama Borobudur. Dalam Kitab Negarakertagama (1365 M) disebut-sebut tentang Budur, sebuah bangunan suci Buddha aliran Vajradhara. Menurut Casparis dalam Prasasti Sri Kahulunan (842 M) dinyatakan tentang “Kawulan i Bhumi Sambhara”. Berdasarkan hal itu ia berpendapat bahwa Borobudur merupakan tempat pemujaan. Bumi Shambara adalah nama tempat di Borobudur. Menurut Poerbatjaraka, Barabudhur berarti Biara Budur, sedangkan menurut Raffles, 'bara' berarti besar dan 'budur' merupakan kata dalam bahasa Jawa yang berarti Buddha.


    Berdasarkan tulisan yang terdapat di beberapa batu di Candi Borobudur, para ahli berpendapat bahwa candi ini mulai dibangun sekitar tahun 780 M, pada masa pemerintahan raja-raja Wangsa Sanjaya. Pembangunannya memakan waktu berpuluh-puluh tahun dan baru selesai sekitar tahun 830 M, yaitu pada masa pemerintahan Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra. Konon arsitek candi yang maha besar ini bernama Gunadharma, namun belum didapatkan informasi tertulis tentang tokoh ini. Pada tahun 950 M, Candi Borobudur terkubur oleh lava letusan Gunung Merapi dan baru ditemukan kembali hampir seribu tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1814. Penemuan kembali Candi Borobudur adalah atas jasa Sir Thomas Stamford Raffles.

    Pada saat Raffles berkunjung ke Semarang, ia mendapatkan informasi bahwa di daerah Kedu ditemukan tumpukan batu bergambar. Konon pada tahun 1814, serombongan orang mendatangi suatu daerah di Karesidenan Kedu untuk mencari tahu lebih jauh tentang legenda yang berkaitan dengan sebuah bukit dekat Desa Boro. Setelah membabat semak belukar dan menggali serta membersihkan gundukan abu gunung berapi, mereka menemukan sejumlah besar bongkahan batu berpahatkan gambar-gambar aneh. Raffles kemudian memerintahkan Cornelius, seorang Belanda, untuk membersihkan batu-batu tersebut. Pembersihan tumpukan batu dan lingkungan di sekitarnya kemudian dilanjutkan oleh Residen Kedu yang bernama Hartman.


    Candi Borobudhur berdiri di atas bukit yang memanjang arah timur-barat. Candi ini dibangun dari balok batu andesit sebanyak 47,500 m3, yang disusun rapi tanpa perekat, dan dilapisi dengan lapisan putuh 'vajralepa', seperti yang terdapat di Candi Kalasan dan Candi Sari. Bangunan kuno Borobudur berbentuk limas bersusun dengan tangga naik di keempat sisi, yaitu sisi timur, selatan, barat, dan utara. Konon di sisi timur, di bawah kaki candi, pernah ditemukan jalan naik ke atas bukit. Hal itu mendasari dugaan bahwa Candi Borobudur menghadap ke timur dan pintu utama adalah yang terletak di sisi timur.

    Tangga paling bawah dihiasi dengan kepala naga dengan mulut menganga dan seekor singa duduk di dalamnya. Dugaan bahwa Candi Borobudur menghadap ke timur diperkuat dengan adanya pahatan relief pradaksina (yang dibaca memutar searah jarum jam), berawal dari dan berakhir di sisi timur. Selain itu, arca singa yang terbesar juga terdapat di sisi timur. Tangga menuju ke tingkat yang lebih tinggi dilengkapi dengan gerbang yang berukir indah dengan kalamakara tanpa rahang bawah di atas ambang pintu. Pada mulanya tinggi keseluruhan bangunan kuno ini mencapai 42 m, namun setelah pemugaran tingginya hanya mencapai 34,5 m. Batur atau kaki candi berdenah bujur sangkar dengan luas denah dasar 123 x 123 m, dilengkapi penampil yang menjorok keluar di setiap sisi. Keseluruhan bangunan terdiri atas 10 lantai yang luasnya mencapai 15, 13 m2. Lantai I sampai dengan lantai VII berbentuk persegi, sedangkan lantai VII sampai dengan lantai X berbentuk lingkaran.


    Candi Borobudur tidak mempunyai ruangan untuk tempat beribadah atau melakukan pemujaan karena candi ini dibangun untuk tempat berziarah dan memperdalam pengetahuan tentang Buddha. Luas dinding keseluruhan mencapai 1500 m2, dihiasi dengan 1460 panil relief, masing-masing selebar 2 m.

    Jumlah Arca Buddha, termasuk yang telah rusak, mencapai 504 buah. Arca-arca Buddha tersebut menggambarkan Buddha dalam berbagai sikap.

    • Arca-arca di sisi timur menggambarkan Dhyani Buddha Aksobhya, yaitu Buddha bersila dengan sikap tangan menyinggung tanah atau sikap Bhumiparsyamudra. 
    • Arca-arca di sisi selatan menggambarkan Dhyani Buddha Ratnasambhawa, yaitu Buddha bersila dengan sikap tangan memberi anugrah atau sikap Varamudra. 
    • Arca-arca di sisi barat menggambarkan Dhyani Buddha Amitabha, yaitu Buddha bersila dengan sikap tangan bersemadi sikap Dhyanamudra. 
    • Arca-arca di sisi utara menggambarkan Dhyani Buddha Amogasidhi, yaitu Buddha bersila dengan sikap tangan menentramkam atau sikap Abhayamudra. 
    • Arca-arca di puncak menggambarkan Dhyani Buddha Vairosyana, yaitu Buddha bersila dengan sikap tangan mengajar (ibu jari dan telunjuk bersentuhan dan ketiga jari lain terangkat) atau sikap Vitarkamudra. 
    • Arca-arca di undakan lingkaran menggambarkan Dhyani Buddha Vairosyana, yaitu Buddha bersila dengan sikap tangan mewejangkan ajaran atau sikap Dharmacakramudra.


    Candi Borobudur melambangkan tiga tingkatan dalam kehidupan manusia. Kaki candi disebut Kamadatu, melambangkan kehidupan di dunia fana, yang masih dipenuhi kama (hasrat dan nafsu). Pada dinding kaki candi terdapat 160 panil relief Karmawibangga. Saat ini relief tersebut tidak dapat dilihat karena tertutup urukan. Pada saat pembangunan candi ini sedang berlangsung, bangunan yang belum selesai tersebut melesak ke bawah, sehingga arsiteknya memutuskan untuk menguruk bagian kakinya. Konon selain untuk menghindari longsor, pengurukan bagian kaki ini juga didasarkan atas alasan etika dan estetika.


    Tubuh candi terdiri atas 5 tingkat, makin ke atas makin mengecil, dengan denah bujur sangkar. Di setiap tingkat terdapat selasar yang cukup lebar mengelilingi tubuh candi. Tepi selasar diberi dinding yang dihiasi dengan panil-panil relief. Tubuh candi disebut Rupadatu, yang berarti dunia rupa. Dalam dunia ini manusia masih terikat dengan kehidupan duniawi, namun sudah mulai berusaha mengendalikan hasrat dan nafsu.


    Di beberapa tempat terdapat saluran pembuangan air yang disebut Jaladwara. Dinding atas tingkat I dihiasi dengan relief cerita yang diambil dari Kitab Lalitawistara, yang mengisahkan riwayat Sang Buddha sejak turun dari surga Tusita ke bumi, saat menerima wejangan di Taman Rusa dekat Benares, sampai pada saat mencapai kesempurnaan.

    Jala Dwara yang berfungsi sebagai saluran pembuangan air hujan

    Dinding bawah dihiasi dengan relief Jatakamala, kisah kehidupan Jataka dan Avadana, yang diwujudkan sebagai Boddhisatwa karena perilakunya yang baik dalam kehidupannya yang lalu. Bagian lain dari Kitab Jatakamala menghiasi sepanjang bagian atas dan bagian bawah pagar selasar tingkat I dan tingkat II. Dinding candi di tingkat II dihiasi relief dari Kitab Gandawyuha. Demikan juga dinding dan pagar selasar di tingkat III dan tingkat IV. Kisah Sudhana yang dalam upayanya mencari pengetahuan dan kebenaran telah bertemu Gandawyuha yang mengajari tentang kebijakan untuk mencapai kesempurnaan dalam hidup.


    Atap candi yang terdiri atas 3 tingkat disebut Arupadhatu, yang berarti dunia tanpa rupa (wujud). Pada tataran kehidupan ini manusia sudah terlepas dari hasrat dan nafsu. Atap candi berupa batur bersusun 3 dengan denah bundar membentuk 3 lingkaran bersusun dengan pusat yang sama dengan stupa-stupa berisi arca Buddha. Dalam lingkaran di tingkat I terdapat 32 stupa, di tingkat II terdapat 24 stupa dengan lubang-lubang berbentuk wajik, bersisi horisontal datar dan sisi vertikal miring. Lubang berbentuk wajik melambangkan adanya nafsu yang masih tersisa. Di tingkat III terdapat 16 stupa dengan lubang hiasan berbentuk persegi, bersisi horisontal datar dan sisi vertikal tegak. Lubang berbentuk persegi ini melambangkan nafsu yang telah lenyap tak bersisa. Puncak atap merupakan sebuah stupa yang sangat besar. Konon dalam stupa ini dahulu terdapat arca Sang Adhi Buddha, yaitu Dhyani Buddha tertinggi dalam agama Buddha Mahayana.


    Candi Borobudur telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pemugaran pertama dilakukan pada masa pemerintahan Belanda, yaitu pada tahun 1907 – 191, di bawah pimpinan Van Erp. Dalam pemugaran ini yang diutamakan adalah mengembalikan ketiga teras atap candi dan stupa pusatnya. Pemugaran kedua berlangsung selama sepuluh tahun, yaitu tahun 1973 – 1983. Dalam pemugaran ini Candi Barabudhur dibongkar, fondasi dan dindingnya diberi penguat beton bertulang, dan batu-batunya diteliti, dibersihkan, diberi pengawet kedap air dan disusun kembali sesuai susunannya semula.


    Sumber: Pnri
    (*) Yogyes
  • Candi Pringapus, Koordinat GPS: 7° 15' 10" S, 110° 3' 26" E (*)

    Candi Pringapus yang diperkirakan dibangun sekitar tahun 850 M terletak di desa Pringapus, kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Desa Pringapus terletak di Gunung Sindoro. Lokasi candi kira-kira 5 km dari kecamatan Ngadirejo dan berjarak 32 km arah Timur Laut dari kota Temanggung.


    Candi Pringapus pernah dipugar oleh Dinas Purbakala pada tahun 1930. Dilihat dari bentuk bangunannya, Candi Pringapus berarsitek Hindu Syiwa. Hal ini menandakan bahwa Candi Pringapus dibangun untuk memuja Dewa Syiwa dan merupakan replika Mahameru, tempat tinggal para dewata. Hal ini terbukti dengan adanya arca Lembu Nandini, kendaraan Syiwa, dan relief hapsara-hapsari yang menggambarkan makhluk setengah dewa.


    Candi ini dibangun dengan bahan dari batu andesit dengan luas area sekitar 29,68m2. Candi Pringapus dihubungkan dengan Prasasti Argapura yang berangka tahun 852 M. Angka tahun yang tertera fondasi candi dan diduga sebagai tahun terselesaikannya pembangunan candi adalah tahun 772 Saka ( = 850 M). Menilik angka tahunnya, kemungkinan candi ini dibangun pada masa pemerintahan Dinasti Syailendra.


    Pintu candi dihiasi dengan kalamakara di atas ambangnya. Tangga yang dibuat untuk mencapai pintu dibuat tanpa pipi tangga. Atap candi berebentuk kotak bersusun tiga, makin ke atas makin mengecil, mirip dengan atap Candi Kidal di Jawa Timur.


    Keindahan Candi Priangapus terletak pada ornamen pahatan yang sangat halus dan indah yang menunjukkan bahwa arsiteknya memiliki cita rasa seni yang tinggi. Bidang-bidang kosong diisi dengan pahatan bunga teratai dan sulur-suluran. Dinding di kanan kiri pintu dihiasi panil pahatan sepasang dewa-dewi dengan hiasan daun-daun yang distilir di atasanya.


    Dalam candi tersebut terdapat arca lembu dalam posisi duduk. Di sebelah barat bangunan candi, di tepi 'sendang' (danau kecil) terdapat sebuah lingga dan arca sapi. Konon, arca sapi ini merupakan penjaga ketersediaan air sendang, karena salah satu keunikan sendang tersebut adalah airnya tidak pernah kering meskipun pada musim kemarau berkepanjangan.

    Sumber: pnri
    (*) Wikimapia
  • Komplek Candi Gedong Songo, Koordinat GPS: 7° 12' 38.7" S, 110° 20' 31.9" E (*)

    Kompleks Candi Gedong Songo terletak di puncak G. Ungaran, tepatnya di Desa Candi, Kecamatan Somawono, Semarang, Jawa Tengah. Para ahli belum dapat memastikan waktu dan tujuan pembangunan Candi Gedong Songo, karena sampai saat ini belum ada prasasti yang ditemukan yang menyebut tentang keberadaan bangunan kuno itu. Lokasinya yang berada di daerah perbukitan mendasari dugaan bahwa candi ini dibangun pada masa awal perkembangan agama Hindu di Jawa, yaitu pada masa pemerintahan raja-raja Wangsa Sanjaya. Menilik gaya arsitektur dan letaknya, candi Hindu Syiwa ini diduga dibangun untuk keperluan pemujaan. Pada masa itu dataran tinggi atau perbukitan dianggap sebagai perwujudan dari 'kahyangan', tempat bersemayam para dewa.

    Keberadaannya candi ini diungkapkan pertama kali dalam laporan Raffles pada tahun 1740. Pada awalnya hanya tujuh kelompok bangunan yang ditemukan, sehingga Raffles menyebutnya Gedong Pitu. Setelah ditemukan, dilakukan beberapa penelitian terhadap candi oleh para arkeolog Belanda, antara lain Van Stein Callenfels (1908) dan Knebel (1911). Dalam penelitian tersebut ditemukan dua kelompok candi lain, sehingga namanya diubah menjadi Gedong Sanga (dalam bahasa Jawa berarti sembilan bangunan). Pada tahun 1928 sampai 1929, dinas purbakala pada zaman pemerintahan Belanda melakukan pemugaran terhadap Candi Gedong I dan Candi Gedong II. Pemugaran candi dan penataan lingkungan dilakukan oleh pemerintah Indonesia selama hampir 10 tahun, yaitu tahun 1972 sampai 1982.

    Candi Gedong I 



    Candi Gedong I terdiri satu bangunan utuh, berukuran relatif kecil dengan denah dasar persegi panjang. Atap candi berbentuk segi empat bersusun dengan hiasan pola kertas tempel di sekelilingnya. Separuh dari puncak atap terlihat telah hancur. Di sebelah tenggara terlihat Gunung Telomoyo, Gunung Merbabu, dan Gunung Merapi.


    Batur (kaki candi) dengan denah dasar segi empat dihiasi dengan deretan panel dengan pahatan bermotif bunga (padma) dan sulur-suluran yang sederhana. Tinggi batur sekitar 1 m, dengan tangga menuju ruangan kecil dalam tubuh candi terletak di sisi timur. Permukaan batur membentuk selasar selebar sekitar 0,5 m mengelilingi tubuh candi. Sepanjang tepi selasar diberi pagar, namun sebagian besar batu pagar sudah tanggal atau bahkan hilang.


    Dinding luar tubuh candi polos tanpa relief atau relung tempat menaruh arca. Di pertengahan dinding terdapat pahatan bermotif bunga yang membentuk semacam bingkai kosong. Tidak dapat dipastikan apakah dalam bingkai tersebut tadinya terdapat arca atau pahatan lain.

    Candi Gedong II


    Candi Gedong II terdiri satu bangunan utuh dengan denah dasar bujur sangkar seluas sekitar 2,5 m2. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m.

    Pelipit atas batur menjorok ke luar membentuk selasar selebar 0,5 m mengelilingi tubuh candi. Tangga naik ke selasar terdapat di sisi timur, tepat di depan pintu mauk ke ruangan kecil dalam tubuh candi. Pintu candi dilengkapi dengan semacam bilik penampil yang menjorok keluar sekitar 1 m dari tubuh candi. Di atas ambang pintu dihiasi dengan pahatan Kalamakara.


    Pada dinding luar sisi utara, selatan dan barat terdapat susunan batu yang menjorok ke luar dinding, membentuk bingkai sebuah relung tempat arca. Bagian depan bingkai relung dihiasi dengan pahatan berpola kertas tempel. Bagian bawah bingkai dihiasi sepasang kepala naga dengan mulut menganga. Di bagian atas bingkai terdapat hiasan kalamakara tanpa rahang bawah.


    Atap candi berbentuk 3 balok bersusun, makin ke atas makin mengecil dengan puncak atap runcing. Puncak atap tersebut saat ini sudah tidak ada. Sekeliling masing-masing kubus dihiasi dengan pahatan pola kertas tempel. Di setiap sudut terdapat hiasan berbentuk seperti mahkota bulat berujung runcing. Sebagian besar hiasan tersebut sudah rusak. Di depan bangunan candi terdapat bangunan lain yang hanya tersisa fondasi dan onggokan reruntuhan bangunan yang diperkirakan sebagai candi perwara.

    Candi Gedong III 


    Candi Gedong III terdiri dari tiga bangunan, yaitu dua bangunan yang berjajar menghadap ke timur dan satu bangunan yang meghadap ke barat. Ketiga bangunan tersebut dapat dikatakan dalam keadaan utuh.


    Kedua bangunan yang menghadap ke timur mirip sepasang bangunan kembar, namun yang berada di sebelah utara lebih besar dan lebih tinggi dari yang di selatan. Bangunan yang lebih besar, yaitu yang di utara, diperlirakan merupakan candi induk atau candi utama, sedangkan bangunan yang lebih kecil diperkirakan sebagai candi perwara. Tubuh candi berdiri di atas batur yang rendah dengan denah dasar berbentuk persegi.


    Atap kedua bangunan tersebut berbentuk 3 persegi bersusun, makin ke atas makin mengecil dengan puncak atap runcing, mirip atap Candi Gedong II. Sekeliling kubus dihiasi dengan pahatan pola kertas tempel. Di setiap sudut terdapat hiasan berbentuk seperti mahkota bulat berujung runcing. Di sekeliling tubuh candi terdapat selasar sempit dan tanpa pagar.


    Pintu masuk ke ruangan sempit dalam tubuh candi dilengkapi dengan bilik penampil yang menjorok sekitar 1 m keluar tubuh candi. Tepat di depan pintu terdapat tangga naik ke selasar yang dilengkapi dengan pipi tangga dengan pahatan bunga di pangkalnya. Pada dinding di kiri dan kanan ambang pintu bangunan utara terdapat relung berisi arca Syiwa dalam posisi berdiri dengan tangan kanan bertelekan pada sebuah gada panjang.


    Kedua bangunan yang menghadap timur tersebut berdiri di atas batur yang rendah dengan denah dasar berbentuk bujur sangkar. Di pertengahan masing-masing sisi kaki candi terdapat relung, salah satunya berisi arca gajah.


    Pada dinding di sisi barat, utara dan selatan masing-masing bangunan terdapat relung tempat meletakkan arca. Relung-relung pada dinding bangunan candi perwara saat ini dalam keadaan kosong. Dalam relung pada dinding selatan candi utama terdapat Arca Ganesha dalam posisi bersila, sedangkan dalam relung pada dinding selatan terdapat Arca Durga bertangan delapan dalam posisi berdiri.


    Bangunan ketiga di kompleks Candi Gedong III terletak di depan candi utama dan candi perwara. Bangunan ini mempunyai denah dasar persegi panjang dengan atap mirip 'limasan' melengkung. Di atas atap berjajar memanjang 3 hiasan berbentuk seperti menara kecil. Pintu masuk bangunan yang berhadapan dengan candi induk terlihat sederhana tanpa bingkai. Di atas ambang ambang pintu tampak bekas hiasan yang rusak. Tidak terdapat relung pada dinding bangunan yang mirip dengan Candi Semar di kompleks Candi Dieng. Diduga fungsi bangunan ini sama dengan fungsi Candi Semar, yaitu sebagai tempat penyimpanan atau gudang.

      Candi Gedong IV 


    Candi Gedong IV terdiri satu bangunan utuh dan sejumlah reruntuhan bangunan lain di sekelilingnya. Belum diketahui bagaimana bentuk asli dan apa fungsi bangunan-bangunan yang telah runtuh tersebut, namun ada dugaan bahwa bangunan-bangunan itu merupakan candi perwara.


    Bangunan yang masih utuh tersebut bentuknya mirip dengan bangunan Candi Gedong II. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m dengan denah dasar persegi panjang. Pelipit atas batur menjorok ke luar membentuk selasar selebar 0,5 m mengelilingi tubuh candi. Tangga naik ke selasar terdapat di sisi timur, tepat di depan pintu masuk ke ruangan kecil dalam tubuh candi.


    Pintu candi dilengkapi dengan semacam bilik penampil yang menjorok keluar sekitar 1 m dari tubuh candi. Di atas ambang pintu dihiasi dengan pahatan Kalamakara tanpa rahang bawah. Di kiri dan kanan ambang pintu terdapat relung tempat arca yang saat ini dalam keadaan kosong. Di bagian bawah ambang relung diberi hiasan yang sudah tidak jelas bentuk aslinya.


    Pada dinding luar sisi barat, utara dan selatan terdapat relung-relung berisi arca. Salah satu arca yang masih ada berupa sosok lelaki dalam posisi berdiri. Arca tersebut dalam keadaan rusak. Atap Candi Gedong IV berbentuk 3 persegi bersusun, makin ke atas makin mengecil dengan puncak atap runcing, mirip atap Candi Gedong II. Sekeliling kubus dihiasi dengan pahatan pola kertas tempel. Di setiap sudut terdapat hiasan berbentuk seperti mahkota bulat berujung runcing.

    Candi Gedong V


    Candi Gedong V mirip dengan terdiri satu bangunan utuh dan sejumlah reruntuhan bangunan lain di sekelilingnya, yang diduga sebagai candi perwara. Bangunan yang masih utuh tersebut bentuknya mirip dengan bangunan Candi Gedong II dan Candi Gedong IV.


    Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m dengan denah dasar persegi panjang. Pelipit atas batur menjorok ke luar membentuk selasar selebar 0,5 m mengelilingi tubuh candi. Tangga naik ke selasar terdapat di sisi timur, tepat di depan pintu masuk ke ruangan kecil dalam tubuh candi. Pintu candi juga dilengkapi dengan semacam bilik penampil yang menjorok keluar sekitar 1 m dari tubuh candi. Di atas ambang pintu dihiasi dengan pahatan Kalamakara tanpa rahang bawah. Di kiri dan kanan ambang pintu terdapat relung tempat arca yang saat ini juga dalam keadaan kosong. Di bagian bawah ambang relung diberi hiasan yang sudah tidak jelas bentuk aslinya.


    Pada dinding luar sisi barat, utara dan selatan terdapat relung-relung berisi arca. Salah satu arca yang masih ada adalah Arca Ganesha dalam posisi bersila di atas bangku dengan kedua tangan di atas paha. Telapak tangan menumpang di atas paha sedangkan telapak tangan kanan berada di atas lutut. Arca tersebut alam keadaan rusak.


    Sumber: pnri
    (*) yogyes

Comments

The Visitors says