PESONA WISATA INDONESIA

welcome to our blog



in a way, articles can also be described as a type of adjectives as they also tell us something about the nouns, like adjectives.

Articles are found in many Indo-European, Semitic, and Polynesian languages but formally are absent from some large languages of the world, such as Indonesian, Japanese, Hindi and Russian.

Posts

Comments

The Team

Blog Journalist

Connect With Us

Join To Connect With Us

Portfolio

    Posted by: guru ppkn cerdas Posted date: January 08, 2012 / comment : 0

    Beberapa waktu lalu, kita merayakan tahun baru masehi yang berdasarkan penanggalan waktu yang dibuat oleh bangsa Romawi. Sebenarnya kita sendiri juga memiliki kalender tradisional atau sistem penanggalan tradisional yang dipakai beberapa daerah di Indonesia.

    Berikut kalender tradisional Indonesia tersebut:

    Kalender Jawa

    Kalender Jawa merupakan kalender yang dibuat dengan penggabungan unsur-unsur Jawa dengan penanggalan Hijriah. Sistem kalender jawa diprakasai oleh Sultan Agung Mataram Pada tahun 1625 Masehi. Penanggalan ini dulu berlaku untuk seluruh Pulau Jawa dan Madura kecuali Banten. Dalam Kalender Jawa Sultan Agungan, nama-nama bulan mengadopsi dari nama bulan pada kalender Hijriyah sehingga ada kesesuaian dengan kondisi masyarakat Jawa Islam pada waktu itu. Kalender Jawa dalam satu tahun terbagi menjadi 12 bulan. Nama-nama bulan tersebut adalah : Sura, Sapar, Mulud, Bakda Mulud, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rejeb, Ruwah, Pasa, Sawal, Dulkangidah, Besar. Dalam sistem kalender Jawa, siklus hari yang dipakai ada dua: siklus mingguan yang terdiri dari 7 hari seperti yang kita kenal sekarang, yaitu Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu dan Minggu. Dan siklus pekan pancawara yang terdiri dari 5 hari pasaran yaitu Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi.


    Kalender Sunda

    Kalender Sunda merupakan salah satu kalender tertua di Nusantara. Kalender Sunda ini sudah memulai perhitungan sejak tahun 122 Masehi. Penentuan tanggalnya berdasarkan kala edar bulan dan matahari. Seperti kalender pada umumnya, sistem penanggalan Sunda pun terdiri dari 12 bulan. Awal bulan Kalender Sunda, Kartika dan bulan ke-12 disebut Asuji, dengan urutan Kalender Sunda, terdiri dari: Kartika, Margasira, Posya, Maga, Palguna, Setra, Wesaka, Yesta, Asada, Srawana, Badra, dan Asuji. Dalam satu bulan jumlah hari dalam kalender Sunda ada yang berjumlah 29 hari dan 30 hari. Pada kalender sunda ada pembagian bulan menjadi suklapaksa dan kresnapaksa sehingga tidak ada tanggal 16. Sementara dalam seminggu ada 7 hari, yaitu Radite (Minggu), Soma (Senin), Anggara (Selasa), Buda (Rabu), Respati (Kamis), Sukra (Jumat), dan Tumpek (Sabtu). Dalam sewindu ada tiga tahun kabisat. Setiap 120 tahun, satu hari dihilangkan.



    Kalender Bali

    Kalender Bali merupakan kalender Saka yang sudah dimodifikasi dan diberi tambahan elemen-elemen lokal Bali. Kalender Bali digunakan oleh orang Hindu Bali di pulau Bali dan Lombok. Satu tahun terdiri dari dua belas bulan dimana pergantian tahun adalah pada tahun baru Saka yaitu tanggal satu Waisakha atau penanggal ping pisan sasih kadasa. Nama-nama bulan pada kalender Bali, yaitu: Kadasa, Jiyestha, Sadha, Kasa, Karo, Ketiga, Kapat, Kalima, Kanem, Kapitu, Kawolu, dan Kasanga. Satu minggu terdiri dari tujuh hari dimana pergantian minggu dimulai pada Redite (Minggu) dengan nama-nama hari : Redite, Coma, Anggara, Buda, Wraspati, Sukra, Saniscara.



    Kalender Bugis

    Pada masa sebelum Tahun 1520 masyarakat Bugis, Sulawesi Selatan memiliki penanggalan dan nama-nama bulan sendiri. Istilah Nama Bulan dalam kalender Bugis, yaitu: Naagai, Palagunai, Bisaakai, Jettoi, Sarawanai, Pe'dawaranai, Sujiwi, Pacciekai, Pociyai, Mangasierai, Mangase'tiwi dan Mangalompai. Nama-nama hari dalam satu Minggu : aha', seneng, selasa, raba'/arabang, kammisi, juma' dan sattu. Orang Bugis juga memiliki sistem kalender yang khas yang disebut kotika Bilangeng duappulo, yang mengacu pada siklus dua puluh hari. Kotika atau kalender tradisional ini sering dipakai oleh para sepuh suku bugis untuk menentukan waktu, hari atau arah yang baik atau buruk. Misalnya, memberi petunjuk tentang waktu yang baik memulai mengerjakan sawah, mendirikan rumah, dan sebagainya. Dalam Kutika Bilangeng Duappulo disebutkan 20 nama hari yaitu sebagai berikut : Pong, Pang, Lumawa, Wajing, Wunga Wunga, Telettuq, Anga, Webbo, Wagé, Ceppa, Tulé, Aiéng, Beruku, Panirong, Maua, Dettia, Soma, Lakkaraq, Jepati, dan Tumpakale.


    Kalender Batak Karo

    Orang Batak Karo juga mempunyai kalender tradisional yang disebut Porhalaan atau Kalender Batak Karo. Porhalaan didasarkan pengitaran bulan mengelilingi bumi, satu tahun terdiri atas 12 bulan, masing-masing 30 hari sehingga keseluruhan hari berjumlah 360 hari. Nama-nama bulan dinamakan dengan nama binatang atau benda apa yang bersamaan dengan bulan bersangkutan. Adapun nama-nama bulan adalah sebagai berikut: Bulan Sipaka sada merupakan bulan kambing, Bulan Sipaka dua merupakan bulan lampu, Bulan Sipaka telu merupakan bulan gaya (cacing), Bulan Sipaka empat merupakan bulan katak, Bulan Sipaka lima merupakan bulan arimo (harimau), Bulan Sipaka enem merupakan bulan kuliki (elang), Bulan Sipaka pitu merupakan bulan kayu, Bulan Sipaka waluh merupakan bulan tambak (kolam), Bulan Sipaka siwah merupakan bulan gayo (kepiting), Bulan Sipaka sepuluh merupakan bulan belobat baluat atau balobat (sejenis alat musik tiup), Bulan Sipaka sepuluh sada merupakan bulan batu dan Bulan Sipaka sepuluh dua merupakan bulan nurung (ikan). Hari pertama setiap bulan jatuh pada bulan mati dan hari kelima belas adalah bulan purnama. Pada kalender Batak tidak pernah diketahui angka tahun karena memang tidak pernah dihitung. Kalender tersebut tidak pernah dipakai untuk penanggalan melainkan untuk tujuan meramal hari yang baik yang disebut panjujuron ari.

    Selain sistem penanggalan tersebut, beberapa daerah juga memiliki sistem penanggalan lainnya. Sayangnya masih belum ada sumber tertulis yang jelas. Sudah saatnya ada yang mulai mempelajari sistem penanggalan warisan nenek moyang kita itu.

    Tagged with:

    Next
    Newer Post
    Previous
    Older Post

    No comments:

    Leave a Reply

Comments

The Visitors says